Minggu, 5 Oktober 2025

Konflik di Afghanistan

Taliban Larang Penggunaan Mata Uang Asing di Afghanistan, Ekonomi Diambang Kehancuran

Taliban mengumumkan pelarangan penggunaan seluruh mata uang asing di Afghanistan, sementara kondisi negara di ambang kehancuran ekonomi

Editor: hasanah samhudi
AFP
Seorang pengungsi domestik Afghanistan berpakaian burqa menggendong seorang anak di kamp pengungsi Saray Shamali di Kabul pada Selasa (2/11/2021). Taliban melarang penggunaan semua mata uang asing di Afghanistan, sementara perekonomian di ambang kehancuran. 

TRIBUNNEWS.COM - Taliban mengumumkan larangan total penggunaan mata uang asing di seluruh wilayah Afghanistan.

Pengumuman mengejutkan dikeluarkan pada Selasa (2/11/2021).

Beberapa jam sebelumnya, serangan senjata dan bom terkoordinasi di rumah sakit militer terbesar Afghanistan di ibukota, Kabul, menewaskan sedikitnya 19 orang dan melukai puluhan lainnya.

“Emirat Islam menginstruksikan semua warga, pemilik toko, pedagang, pengusaha dan masyarakat umum untuk melakukan semua transaksi di Afghanistan dan secara ketat menahan diri dari menggunakan mata uang asing,” kata Taliban dalam sebuah pernyataan yang diposting online oleh juru bicara Zabihullah Mujahid.

"Siapa pun yang melanggar perintah ini akan menghadapi tindakan hukum," kata pernyataan itu, seperti dilansir dari Al Jazeera.

Baca juga: Dalam Cengkeraman Taliban, Afghanistan Dinilai Berada di Ambang Kehancuran\

Baca juga: Pemimpin Tertinggi Taliban Akhirnya Muncul di Depan Publik, Kunjungi Madrasah di Afghanistan

Dolar AS banyak digunakan di pasar Afghanistan. Sementara daerah perbatasan menggunakan mata uang negara tetangga, seperti Pakistan, untuk transaksi perdagangan.

Pemerintah Taliban mendesak untuk melepaskan miliaran dolar cadangan bank sentral ketika negara yang dilanda kekeringan itu menghadapi krisis uang tunai, kelaparan massal, dan krisis migrasi baru.

Pemerintah Afghanistan sebelumnya yang didukung Barat telah memarkir miliaran dolar aset di luar negeri dengan Federal Reserve Amerika Serikat dan bank sentral lainnya di Eropa.

Tetapi setelah Taliban mengambil alih negara itu pada bulan Agustus, AS; Bank Dunia; dan Dana Moneter Internasional (IMF), memutuskan untuk memblokir akses Afghanistan ke aset dan pinjaman lebih dari 9,5 miliar dolar AS.

Larangan terhadap mata uang asing ini dianggap sebagai langkah yang pasti akan menyebabkan gangguan lebih lanjut terhadap ekonomi.

Baca juga: Perekonomian Ambruk, Taliban Bujuk Teknokrat Tidak Tinggalkan Afganistan

Baca juga: Pemimpin G20 Berjanji Bantu Afganistan Tanpa Mengakui Taliban

Situasi perekonomian Afghanistan menjelang kehancuran akibat penarikan tiba-tiba dukungan internasional setelah pengambilalihan kelompok tersebut atas negara tersebut.

Keputusan terbaru itu berdampak buruk pada penanganan kesehatan Afghanistan dan sektor lainnya, yang semuanya berjuang untuk melanjutkan operasi di tengah pengurangan bantuan internasional.

Mantan Wakil Menteri Industri dan Perdagangan Afghanistan, Sulaiman Bin Shah mengatakan kepada Al Jazeera akhir bulan lalu bahwa warga Afghanistan membayar harga yang sangat mahal karena lambatnya proses diplomatik dan negosiasi.

Program Pangan Dunia mengatakan sekitar 22,8 juta orang, lebih dari setengah dari 39 juta penduduk Afghanistan, menghadapi kerawanan pangan akut dan terancam kelaparan. Padahal dua bulan lalu, jumlah mereka hanya 14 juta orang.

Krisis pangan, yang diperburuk oleh perubahan iklim, sangat mengerikan di Afghanistan bahkan sebelum Taliban mengambil alih kekuasaan.

Baca juga: Rusia Gelar Rapat Internasional Membahas Afghanistan, Taliban Diminta Bentuk Pemerintahan Inklusif

Baca juga: Afghanistan Terancam Kembali ke Abad Kegelapan karena Taliban Tak Bayar Listrik

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved