Konflik di Afghanistan
Pejabat Senior Taliban: Wanita Tidak Dimasukkan ke Pemerintahan Baru Afghanistan
Seorang pejabat senior Taliban mengatakan wanita tidak mungkin dimasukkan ke dalam pemerintahan Afghanistan yang baru.
Namun, pihaknya melarang keras kelas campuran.
Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan Tinggi Taliban, Abdul Haqi Haqqani, Minggu (29/8/2021).
Taliban sendiri sebelumnya sudah berjanji akan memerintah dengan sistem berbeda dibandingkan 1990-an silam, di mana anak perempuan dan wanita dewasa dilarang mengenyam pendidikan.
"Orang-orang Afghanistan akan melanjutkan pendidikan tinggi mereka berdasarkan hukum Syariah secara aman, tanpa berada di lingkungan campuran pria dan wanita," katanya pada pertemuan dengan para tetua, dikutip dari AFP.
Ia mengatakan Taliban ingin "menciptakan kurikulum yang masuk akal dan Islami yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, nasional dan sejarah kami, serta disisi lain mampu bersaing dengan negara lain."
Anak perempuan dan laki-laki juga akan dipisahkan di sekolah dasar dan menengah.
Baca juga: Siapa Pejuang Perlawanan Panjshir? Dipimpin Ahmad Massoud, Menolak Menyerah Meski Dikepung Taliban
Baca juga: Diburu Taliban hingga Disiksa, Polisi Wanita Afghanistan Gulafroz: Saya Tak Bisa Berbuat Apa-apa
Tak hanya itu, Haqqani mengungkapkan Taliban melarang pria untuk mengajar siswa perempuan.
"Laki-laki tidak akan diizinkan untuk mengajar anak perempuan," ujarnya, dilansir India Today.
Haqqani diketahui mengkritik sistem pendidikan saat ini, dengan mengatakan sistem di Afghanistan gagal mematuhi prinsip-prinsip Islam.
"Setiap hal yang bertentangan dengan Islam dalam sistem pendidikan akan dihapus," tegasnya.
Kebijakan Taliban ini menuai kritik dari wartawan Afghanistan, Bashir Ahmad Gwakh.
Gwakh menilai kebijakan tersebut telah merampas hak wanita Afghanistan karena universitas tidak mampu menyediakan kelas berbeda atau sumber manusia yang cukup.
Diketahui, Taliban telah berjanji untuk menghormati kemajuan yang dicapai dalam hak-hak perempuan, namun hanya menurut interpretasi ketat mereka terhadap hukum Islam.
Kendati demikian, banyak pihak skeptis dan mempertanyakan apakah kelompok itu akan menepati janjinya.
Sementara itu, seorang dosen di universitas kota mengatakan Kementerian Pendidikan Tinggi Taliban hanya berkonsultasi dengan guru dan siswa laki-laki.
Ia menyebut itu menunjukkan "pencegahan sistematis partisipasi perempuan dalam pengambil keputusan" dan "kesenjangan antara komitmen dan tindakan Taliban."
Baca artikel terkait konflk di Afghanistan
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)