Afghanistan: Cerita orang-orang yang gagal melarikan diri dari Taliban
Operasi militer yang dipimpin AS telah mengawal evakuasi 123.000 orang dari Kabul dalam dua minggu setelah negara itu dikuasai Taliban. Namun
Karena ia tidak bekerja untuk pemerintah asing, ia tidak mendapat panggilan dari pemerintah negara-negara Barat untuk datang ke bandara. Namun Nazeef mencoba peruntungannya dan tetap berangkat ke bandara bersama istri dan anaknya.
"Saya sudah empat kali mencoba tapi tidak bisa berangkat. Saya bawa dokumen untuk menunjukkan bahwa saya bekerja di wilayah sensitif dan nyawa saya dalam bahaya namun saya tidak bisa menemui atau berbicara dengan pejabat kedutaan. Saya bahkan tidak bisa mendekati gerbang bandara."
Nazeef khawatir ia tidak akan bisa banyak bergerak setelah semakin banyak petempur Taliban berada di Kabul. Ia sedang bersiap untuk menempuh perjalanan berisiko bersama istri dan anaknya dengan membayar penyelundup manusia.
Ia tahu itu akan jadi perjalanan yang berat, di mana banyak migran tewas dan perempuan terutama rentan terhadap pelecehan seksual.
"Bahkan itu tidak mudah," kata Nazeef, karena "Taliban mengatakan mereka telah menutup semua penyeberangan perbatasan dengan negara tetangga".
Meski begitu, Nazeef siap untuk mengambil risiko.
"Mereka tidak akan pernah memaafkan saya. Jika saya tinggal di Kabul, Taliban akan membunuh saya jika mereka menemukan saya."
"Saya ingin pergi karena tidak ada jaminan bahwa nyawa saya aman," kata Ahmed.
Ahmed sudah bertahun-tahun bekerja sebagai jurnalis dan kemudian mendapat jabatan sebagai penasihat media di salah satu departemen di pemerintahan Afghanistan.

Ia belum menerima ancaman pembunuhan secara langsung, namun ia takut karena Taliban menyita semua dokumentasi dari kantor tempatnya bekerja, termasuk daftar staf yang berisi namanya.
"Tindakan Taliban saat ini biasa saja. Tapi bagaimana perilaku mereka setelah mendirikan pemerintahan, itu pertanyaannya."
Ia curiga Taliban masih mengonsolidasikan kekuasaannya dan menunggu waktu yang tepat untuk "melenyapkan mereka yang dianggap sebagai musuh".
Ahmed tidak percaya dengan amnesti umum yang diberikan oleh Taliban.
Istrinya dan kakaknya meminta Ahmed untuk pergi. Karena dia memiliki visa Inggris yang valid, ia memutuskan untuk pergi ke bandara Kabul pada Kamis lalu namun ketika ia tiba, seluruh jalan di luar gerbang utama penuh dengan orang-orang.