Afghanistan: Tentara pemerintah lari ke Tajikistan setelah bentrok dengan Taliban
Lebih dari 1000 tentara Afghanistan telah mundur ke Tajikistan seiring pertempuran dengan Taliban semakin sengit.
Pejabat pemerintah sudah berusaha tanpa henti untuk memotivasi para tentara dengan menekankan pengorbanan mereka. Namun motivasi banyak tentara menghilang di tengah kabar tentang kekalahan, runtuhnya distrik-distrik penting, dan jatuhnya korban.
Pejabat militer di Kabul berbicara tentang "mundur secara taktis" setiap kali pemberontak berhasil menang, tetapi kami mendengar dari para komandan di medan perang tentang kekurangan amunisi, dan keterlambatan dalam pengiriman bantuan.
Di provinsi Badakhshan, tempat pemerintah kehilangan banyak wilayah dalam beberapa hari terakhir, sumber-sumber lokal mengatakan banyak pejabat pemerintah "melarikan diri" ke Kabul jauh sebelum Taliban menyerang.
Ini tidak hanya dapat membuat para prajurit berkecil hati, tetapi juga menimbulkan pertanyaan yang lebih besar tentang loyalitas para pejabat tinggi yang terlibat dalam perundingan damai.
Akankah para pemimpin politik Afghanistan - yang keluarganya sudah tinggal di luar negeri - akan tetap berada di negara itu jika perang saudara benar-benar meletus?
Presiden Ashraf Ghani menegaskan bahwa pasukan keamanan Afghanistan sepenuhnya mampu mengatasi Taliban, tetapi ada juga laporan tentang semakin banyak tentara yang mencari perlindungan di Pakistan dan Uzbekistan untuk menghindari pertempuran.
Negara-negara tetangga bersiap menghadapi kemungkinan masuknya pengungsi jika pertempuran terus meningkat.
Juru bicara Taliban Suhail Syahin mengatakan kepada BBC bahwa kelompok itu tidak bertanggung jawab atas meningkatnya kekerasan baru-baru ini. Dia bersikeras bahwa banyak distrik telah jatuh ke tangan Taliban melalui mediasi setelah tentara Afghanistan menolak untuk berperang.
Bagi rakyat Afghanistan, ini adalah saat yang mengkhawatirkan, kata Lyse Doucet, kepala koresponden internasional BBC. Taliban, yang telah dituduh melakukan berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan budaya, mendukung hukuman dalam syariat Islam - seperti eksekusi publik terhadap pelaku pembunuhan - serta melarang televisi, musik, dan bioskop, dan tidak mengizinkan anak perempuan di atas 10 tahun pergi ke sekolah.
"Mereka tidak punya kepastian tentang kehidupan mereka sendiri dan masa depan keluarga mereka," kata Doucet.
Zahra, seorang penduduk Kabul berusia 25 tahun, termasuk di antara warga Afghanistan yang khawatir tentang masa depannya.
"Orang-orang memperkirakan perang yang lebih luas dari sebelumnya. Banyak orang di Kabul takut bahwa Taliban akan mendatangi kami kapan saja," katanya kepada BBC OS di radio World Service.
Jamshid, seorang mahasiswa di Universitas Kabul, mengatakan dia tidak berencana untuk tinggal di negara itu jika Taliban mengambil alih kekuasaan.
Ada juga kekhawatiran tentang bagaimana melindungi misi diplomatik di Afghanistan.