Fase Baru Perang Politik Israel, Lawan Netanyahu Dorong Pemungutan Suara Lebih Cepat
Fase baru perang politik di Israel dimulai hanya beberapa jam setelah Yair Lapid dan Naftali Bennett mencapai kesepakatan membentuk pemerintahan baru.
Namun, tidak jelas apakah lawan-lawannya dapat menunjuk seorang ketua parlemen baru untuk memimpin pemungutan suara Knesset yang diperlukan untuk membentuk pemerintah baru.
Jika lolos, Yair Lapid dan sekutunya akan mengakhiri pemerintahan Netanyahu.
Berdasarkan perjanjian tersebut, Lapid dan Bennett akan membagi tugas perdana menteri secara bergilir.
Bennett, mantan sekutu Netanyahu, akan melayani dua tahun pertama.
Sementara Lapid akan melayani dua tahun terakhir.
Baca juga: Kata Palestina Soal Calon Perdana Menteri Baru Israel: Tidak Berbeda, Mereka Semua Jahat

Kesepakatan bersejarah
Kesepakatan bersejarah para pemimpin oposisi juga mencakup Partai Arab.
Hal ini menjadikan Partai Arab sebagai partai pertama warga Palestina Israel yang pernah menjadi bagian dari koalisi pemerintahan di Israel.
Pemimpin United Arab List, Mansour Abbas, telah mengesampingkan perbedaan dengan Bennett.
Abbas berharap bisa memperbaiki kondisi warga Palestina yang mengeluhkan diskriminasi dan pengabaian pemerintah.
"Kami memutuskan untuk bergabung dengan pemerintah untuk mengubah keseimbangan kekuatan politik di negara ini," kata pria berusia 47 tahun itu setelah menandatangani perjanjian koalisi.
Abbas mengatakan, perjanjian itu mencakup alokasi lebih dari 53 miliar shekel (16 miliar dolar AS) untuk meningkatkan infrastruktur dan memerangi kejahatan kekerasan di kota-kota Palestina.
Ini juga termasuk ketentuan pembongkaran rumah-rumah yang dibangun tanpa izin di desa-desa Palestina dan pemberian status resmi ke kota-kota Badui di gurun Negev.
Baca juga: Profil Naftali Bennett, Digadang-gadang sebagai Calon Perdana Menteri Israel Gantikan Netanyahu

Netanyahu menguasai 30 kursi di Knesset yang beranggotakan 120 orang.
Jumlah ini hampir dua kali lipat dari Partai Yesh Atid pimpinan Lapid.