Fase Baru Perang Politik Israel, Lawan Netanyahu Dorong Pemungutan Suara Lebih Cepat
Fase baru perang politik di Israel dimulai hanya beberapa jam setelah Yair Lapid dan Naftali Bennett mencapai kesepakatan membentuk pemerintahan baru.
Dia bersekutu dengan setidaknya tiga partai keagamaan dan nasionalis lainnya.
Sebuah sumber yang terlibat dalam pembicaraan koalisi mengatakan, pemerintah baru yang diusulkan akan mencoba untuk mempertahankan konsensus dengan menghindari isu-isu ideologis yang panas.
Misalnya apakah akan mencaplok atau menyerahkan wilayah Tepi Barat yang diinginkan Palestina untuk menjadi sebuah negara.
Bennet mengatakan, pembentukan Palestina akan menjadi bunuh diri bagi Israel.
Dia menjadikan pencaplokan bagian-bagian wilayah yang direbut Israel dalam perang 1967 sebagai fitur utama dari platform politiknya.
Namun menindaklanjutinya dengan koalisi baru tampaknya tidak layak secara politik.
Baca juga: Profil Yair Lapid, Pemimpin Oposisi yang Menantang Benjamin Netanyahu dalam Pemilu Israel

Tokoh Polarisasi
Selama masa jabatannya sebagai perdana menteri, Netanyahu sering menjadi tokoh polarisasi di dalam dan luar negeri.
Dia mengatakan koalisi Bennett-Lapid akan membahayakan keamanan Israel.
Lapid, seorang sentris yang berkampanye di bawah janji untuk "mengembalikan kewarasan" ke Israel.
Ia membentuk pemerintahan setelah Netanyahu gagal melakukannya.
Saingan Netanyahu telah mengutip tuduhan kriminal terhadapnya sebagai alasan utama mengapa Israel membutuhkan pemimpin baru.
"Pemerintah ini ... akan menghormati lawan-lawannya dan melakukan semua yang bisa dilakukan untuk menyatukan dan menghubungkan semua bagian masyarakat Israel," kata Lapid di Twitter.
Jika dilantik nanti, pemerintahan baru akan menghadapi tantangan yang cukup berat.
Selain Iran dan proses perdamaian dengan Palestina, Israel juga menghadapi penyelidikan kejahatan perang oleh Pengadilan Kriminal Internasional dan pemulihan ekonomi setelah pandemi virus corona.
Bennett mengatakan para anggotanya harus berkompromi pada isu-isu ideologis semacam itu untuk mengembalikan negara ke jalurnya.
Berita lain terkait dengan Politik Israel
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)