Penanganan Covid
WHO Desak Negara Maju Hentikan Vaksinasi terhadap Anak-anak: Sumbangkan Vaksin ke COVAX
WHO melalui Tedros Adhanom mendesak negara-negara maju untuk menghentikan vaksinasi terhadap anak-anak, dan sebaiknya menyumbangkan vaksin ke COVAX.
TRIBUNNEWS.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak negara maju atau negara berpenghasilan tinggi, untuk berhenti memvaksinasi anak-anak terhadap virus corona (COVID-19).
Sebagai gantinya, negara maju diharapkan menyumbangkan dosis vaksin ke negara-negara berkembang dan negara berpenghasilan rendah, melalui COVID-19 Vaccines Global Access (COVAX).
COVAX merupakan program yang dipimpin Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI), WHO, Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI), untuk mengupayakan keadilan dan pemerataan distribusi vaksin COVID-19 ke seluruh dunia, terutama untuk negara berpenghasilan rendah.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyuarakan kemarahannya terhadap negara maju yang sekarang memvaksinasi anak-anak dan remaja.
Sementara negara berpenghasilan rendah baru saja mulai memvaksinasi petugas kesehatan dan kelompok yang paling rentan.
Baca juga: Ketua Komeito Jepang: Vaksinasi Covid-19 untuk Lansia Selesai Akhir Juli 2021
"Pada Januari, saya berbicara tentang potensi terungkapnya bencana moral," kata Tedros dalam konferensi pers, sebagaimana diwartakan Channel News Asia.
"Sayangnya, kami sekarang menyaksikan permainan ini. Di beberapa negara kaya, yang membeli sebagian besar pasokan, kelompok berisiko rendah sekarang divaksinasi," sambungnya.
Tedros memahami mengapa beberapa negara juga ingin memvaksinasi anak-anak dan remaja.
Akan tetapi, ia berharap negara maju juga mempertimbangkan kembali untuk menyumbangkan dosis vaksin kepada COVAX.
Sebab, di sebagian negara berpenghasilan rendah, hingga kini pasokan vaksinnya belum mencukupi untuk memvaksinasi tenaga kesehatan.

Padahal, para tenaga kesehatan setiap hari bekerja di rumah sakit yang dibanjiri orang-orang yang sangat membutuhkan perawatan untuk menyelamatkan nyawa, kata Tedros.
"Saya mengerti mengapa beberapa negara ingin memvaksinasi anak-anak dan remaja mereka, tetapi sekarang saya mendorong mereka untuk mempertimbangkan kembali dan sebagai gantinya menyumbangkan vaksin untuk COVAX."
"Karena di negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah, pasokan vaksin COVID-19 bahkan belum cukup untuk mengimunisasi petugas layanan kesehatan, dan rumah sakit dibanjiri oleh orang-orang yang sangat membutuhkan perawatan untuk menyelamatkan nyawa," terang Teros.
Selanjutnya, Tedros mengaku bahwa dirinya telah divaksinasi COVID-19 pada awal pekan ini di Jenewa, kota Swiss tempat WHO berbasis.
Dikatakannya, hal itu adalah momen pahit baginya, karena pikirannya terus tertuju pada tenaga kesehatan di seluruh dunia yang telah berjuang memerangi pandemi.
Baca juga: Vaksinasi Lengkap di Amerika Serikat Boleh Lepas Masker
Fakta bahwa masih banyak tenaga kesehatan yang belum divaksinasi merupakan refleksi yang menyedihkan atas kesetaraan akses vaksin di seluruh dunia.
"Itu adalah momen yang pahit. Fakta bahwa masih banyak yang belum terlindungi merupakan refleksi yang menyedihkan atas distorsi besar dalam akses ke vaksin di seluruh dunia,” kata Tedros.
Adapun enghadapi ketidaksetaraan dalam akses ini, Tedros memperingatkan bahwa dunia kemungkinan akan melihat lebih banyak kematian tahun ini daripada tahun lalu, meskipun vaksin telah tersedia.
Menurutnya, pandemi COVID-19 gelombang kedua menjadi lebih mematikan daripada gelombang sebelumnya.
Untuk itu, tindakan kesehatan masyarakat dan vaksinasi harus berjalan selaras.
Baca juga: Kuba Luncurkan 2 Vaksin Covid-19 yang Masih dalam Uji Klinis
"Kami berada di jalur untuk tahun kedua pandemi ini menjadi jauh lebih mematikan daripada tahun pertama."
"Menyelamatkan nyawa dan mata pencaharian dengan kombinasi tindakan kesehatan masyarakat dan vaksinasi adalah satu-satunya jalan keluar," ucap Tedros.
Sebagai informasi, hampir 1,4 miliar dosis vaksin COVID-19 telah disuntikkan di setidaknya 210 wilayah di seluruh dunia, menurut hitungan AFP.
Sekitar 44 persen dari dosis vaksin telah diberikan di negara-negara berpenghasilan tinggi terhitung 16 persen dari populasi global.
Hanya 0,3 persen telah dikelola di 29 negara berpenghasilan terendah, rumah bagi sembilan persen populasi dunia.
Berita lain terkait Penanganan Covid
(Tribunnews.com/Rica Agustina)