Program Nuklir Iran Diprediksi Mundur 9 Bulan Pascasabotase Diduga Dilakukan Israel
Baru-baru ini Israel diduga melakukan serangan cyber atau dunia maya kepada pembangkit nuklir Natanz, di Iran.
TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini Israel diduga melakukan serangan cyber atau dunia maya kepada pembangkit nuklir Natanz, di Iran.
Menurut intelijen AS, penyerangan ini akan memperlambat program nuklir Iran hingga 9 bulan.
Diketahui pada Minggu (11/4/2021), jubir Organisasi Energi Atom Iran (AEOI), Behrouz Kamalvandi, mengatakan jaringan listrik pembangkit nuklir Natanz tiba-tiba padam.
Ketua AEOI, Ali Akbar Salehi, mengatakan insiden itu merupakan sabotase dan terorisme nuklir.
"Mengutuk langkah tercela ini, Republik Islam Iran menekankan perlunya komunitas internasional dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk menangani terorisme nuklir ini," kata Salehi.
"Iran berhak menindak pelaku," tambahnya.
Baca juga: Menlu Iran Tuduh Israel Sabotase Instalasi Pengayaan Nuklir Natanz
Baca juga: Studi di Israel: Varian Corona Afrika Selatan Dapat Tembus Pertahanan Vaksin Pfizer

Dilansir The Guardian, Kementerian Luar Negeri Iran menuduh Israel melakukan sabotase itu.
Meskipun Israel belum mengonfirmasi, pemerintah juga tidak berusaha menyangkal tudingan tersebut.
Tetapi, belakangan ini Israel gencar memperingatkan dunia soal program nuklir Iran, sebagaimana dilaporkan BBC.
Sumber intelijen AS mengatakan kepada New York Times bahwa serangan hari Sabtu menyebabkan ledakan yang menghancurkan pasokan listrik ke sistem produksi uranium.
Sehingga ini bisa memperlambat program nuklir Iran, setidaknya 9 bulan untuk pemulihan produksi.
Sumber ini meyakini bahwa Israel bertanggung jawab.
Belakangan Israel mengutip sumber-sumber intelijen yang mengatakan dinas intelijennya, Mossad, berhasil melakukan sabotase.
Pascaserangan cyber itu, Iran mengatakan tidak semua instalasi listrik rusak dan beberapa produksi dapat dimulai kembali minggu depan.
Intelijen Iran mengklaim telah mengidentifikasi seseorang di dalam aula pabrik yang bertanggung jawab atas sabotase aliran listrik.
Pada konferensi pers, Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan tidak ada yang terluka dan hanya instalasi listrik yang relatif sederhana yang rusak.
Itu akan diganti model yang lebih canggih, yang dapat memurnikan uranium dengan kecepatan lebih tinggi.
Juru bicara pers Gedung Putih mengatakan AS tidak terlibat dalam insiden itu.
Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, yang saat serangan berada di Yerussalem pun tidak merilis pernyataan.

Baca juga: Presiden AS Joe Biden Tak Berminat Selesaikan Konflik Israel-Palestina
Baca juga: AS Kembali Beri Bantuan ke Palestina, Israel Kecewa
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga tidak mengonfirmasi keterlibatan pihaknya dalam serangan itu.
Namun dalam pernyataannya, Netanyahu merujuk pada sabotase di pembangkit nuklir Natanz.
"Kebijakan saya sebagai perdana menteri Israel jelas - saya tidak akan pernah membiarkan Iran memperoleh kemampuan nuklir untuk melakukan tujuan genosidalnya untuk melenyapkan Israel," katanya.
Saat ini Prancis, Inggris, dan Jerman sedang berunding dengan Teheran agar Iran dan AS dapat kembali mematuhi kesepakatan nuklir 2015.
Kesepakatan ini diharapkan dapat membatasi program nuklir Iran.
Israel menentang kesepakatan itu dan berpendapat bahwa mereka berhak menyerang Iran demi melindungi dirinya sendiri.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)