KNU Sebut Militer Myanmar Telah Lakukan Pemboman dan Serangan Udara, Sebabkan 12.000 Orang Mengungsi
Kelompok etnis bersenjata Myanmar, KNU mengatakan militer telah melakukan pemboman dan serangan udara yang menyebabkan 12.00 orang mengungsi.
TRIBUNNEWS.COM - Kelompok etnis bersenjata Persatuan Nasional Karen (KNU) mengatkan, pemerintah militer atau junta Myanmar telah mengerahkan kekuatan berlebihan dalam menghadapi warga sipil.
Junta disebut melakukan pemboman dan serangan udara secara terus menerus pada 27 Maret 2021 sampai 30 Maret 2021.
Serangan yang terjadi di negara bagian Kayin timur itu telah menyebabkan lebih dari 12.000 orang mengungsi dan menewaskan banyak orang termasuk anak-anak.
"Serangan udara menyebabkan lebih dari 12.000 orang mengungsi yang telah meninggalkan desa mereka dan menyebabkan krisis kemanusiaan yang besar," kata KNU dikutip dari Channel News Asia.
Kabar tindakan pemboman dan serangan udara juga disampaikan media lokal dan kelompok hak asasi etnis Karen.
Mereka mengatakan, pemboman dan serangan udara terjadi di seluruh negara bagian selama beberapa hari terkahir.
Baca juga: Berkunjung ke China, Menlu Retno Marsudi Aktif Galang Dukungan Soal Myanmar
Sekira 3.000 orang melarikan diri ke negara tetangga Thailand pada Senin (29/3/2021).
Warga Myanmar tersebut menyebrangi Sungai Salween untuk mencari perlindungan di Negeri Gajah Putih.
Akan tetapi sebagian besar dari mereka kembali lagi ke Myanmar pada Rabu (31/3/2021), yang mana Thailand mengklaim tindakan itu mereka lakukan secara sukarela.
Sementara itu, juru bicara junta Zaw Min Tun membenarkan pihaknya telah melakukan pemboman dan serangan udara terhadap warga sipil.
Dikatakan Zaw Min Tun, militer sebenarnya hanya menargetkan Brigade ke-5 KNU.
Brigade ke-5 KNU adalah yang memimpin operasi perebutan pangkalan militer dan membunuh 10 perwira.
Zaw Min Tun juga membantah kabar bahwa mereka melakukan serangan selama berhari-hari.

Militer hanya mengerahkan serangan pada saat KNU menyerang markas mereka pada akhir bulan lalu.
Pihaknya pun telah menandatangani perjanjian gencatan senjata nasional untuk menghentikan konflik.