Krisis Myanmar
Serangan Bom Molotov di Markas Partai Aung San Suu Kyi di Myanmar
Kebakaran terjadi di markas Partai pemimpin sipil yang digulingkan Aung San Suu Kyi di kota terbesar Myanmar, Jumat (26/3/2021).
"Tindakan-tindakan ini secara khusus akan menargetkan mereka yang memimpin kudeta, kepentingan ekonomi militer, dan aliran dana yang mendukung penindasan brutal militer Myanmar," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sebuah pernyataan.
"Perusahaan-perusahaan itu tidak ditujukan untuk rakyat Burma."
Dalam sebuah langkah yang dikoordinasikan dengan Amerika Serikat, bekas kekuatan kolonial Inggris mengatakan akan membidik Myanma Economic Holdings Ltd, atas pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga sipil dengan tokoh-tokoh militer senior di dalamnya.
Menteri Luar Negeri Dominic Raab mengatakan sanksi-sanksi itu akan membantu menguras sumber keuangan mereka atas tindakan represi militer.
Langkah-langkah AS sebelumnya telah memukul individu yang terkait dengan kudeta, sementara pemimpin junta dan komandan tentara Jenderal Min Aung Hlaing sudah masuk daftar hitam karena masalah hak asasi manusia sebelumnya.
Uni Eropa mengumumkan sanksi terhadap 11 individu pada hari Senin dan diperkirakan akan segera menargetkan para konglomerat lainnya.
Tetapi meskipun banyak pemerintah asing telah mengutuk tindakan militer, Thomas Andrews, pelapor khusus PBB tentang hak asasi manusia di Myanmar, mengatakan respons diplomatik itu lambat dan "keluar dari langkah dengan skala krisis".
“Kondisi di Myanmar memburuk dan kemungkinan akan jauh lebih buruk tanpa "respons internasional segera, kuat, untuk mendukung mereka yang dikepung," katanya, menyerukan pertemuan puncak darurat tentang krisis tersebut.(AFP/Channel News Asia/Reuters)