Krisis Myanmar
Demonstrasi Terbesar di Myanmar, Warga Tolak Klaim Militer dapat Dukungan Publik
AFP melaporkan aksi kali ini adalah terbesar sejak unjuk rasa menentang kudeta militer dilakukan 6 Februari lalu.
Di Yangon dan di tempat lain, pengendara kendaraan bermotor melakukan "kampanye mobil rusak atau mogok" yang menyebar di media sosial.
Mereka menghentikan mobilnya dengan kap depan terbuka, di jalan-jalan dan jembatan untuk memblokir truk-truk polisi dan militer untuk melakukan tindakan kekerasan guna membubarkan para demonstran.
Kelompok Asosiasi Bantuan Myanmar untuk Tahanan Politik mengatakan lebih dari 450 penangkapan telah dilakukan sejak kudeta, banyak dari mereka ditangkap dalam penggerebekan malam hari. Mereka yang ditangkap termasuk banyak kepemimpinan senior NLD.
Presiden terpilih Win Myint juga telah ditahan.
Sikap respresif militer telah menghidupkan kembali kenangan demonstrasi berdarah di bawah junta militer sebelumnya.
Polisi telah menembak beberapa kali, sebagian besar dengan peluru karet, untuk membubarkan demonstran.
Seorang demonstran yang ditembak di kepala di Naypyitaw minggu lalu dalam kondisi kritis, dan diperkirakan sulit untuk bertahan hidup.
“Seorang polisi meninggal karena luka-luka yang diderita selama protes di kota Mandalay pada hari Senin,” kata militer.
Selain itu aksi demonstrasi di kota-kota di seluruh negara yang beragam secara etnis, dan gerakan pembangkangan sipil telah diikuti dengan aksi mogok kerja oleh para dokter, tenaga kesehatan, Pengawai Pemerintahan dan polisi melumpuhkan banyak fungsi pemerintahan.
Aktivis Min Ko Naing, seorang veteran protes tahun 1988 lalu, mengatakan dalam pesan yang direkam kepada orang banyak di Yangon kampanye pembangkangan adalah kunci kali ini.
Aktor Pyay Ti Oo mengatakan oposisi tidak dapat dipadamkan.
"Mereka mengatakan kita seperti api dan akan berhenti setelah beberapa saat, tetapi kita tidak akan. Tidak. Tidak akan berhenti sampai kami berhasil," katanya kepada orang banyak.
Pengambilalihan pemerintahan oleh militer juga telah menarik kritik dunia Barat yang keras, dengan kemarahan baru dari Washington dan London atas penutupan akses pendanaan para jenderal. Meskipun China telah mengambil sikap yang lebih lembut, duta besarnya di Myanmar pada Selasa (16/2/2021) menepis tuduhan mendukung kudeta.
Utusan Khusus PBB Tom Andrews mengatakan dia khawatir kemungkinan kekerasan terhadap para demonstran dan membuat panggilan mendesak pada negara mana pun yang memiliki pengaruh kepada para jenderal, dan bisnis, untuk menekan mereka agar menghindari tindakan represif.
Militer merebut kekuasaan atas tuduhan kecurangan dalam pemilu 8 November 2020 lalu. Klaim militer itu dibantah oleh komisi pemilihan umum.