Pemilihan Presiden Amerika Serikat
Penghitungan Ulang Wisconsin dapat Rugikan Tim Kampanye Trump Sekira Rp 111 M
Kabar terbaru soal Pilpres Amerika Serikat, tim kampanye Trump disebut harus membayar Rp 111 miliar jika menginginkan penghitungan suara ulang.
TRIBUNNEWS.COM - Senin (16/11/2020), Komisi Pemilihan Presiden di Wisconsin mengatakan, penghitungan suara ulang di seluruh negara bagian akan menelan biaya sekira Rp 111 miliar.
Total tersebut merupakan uang yang harus dibayar tim kampanye Trump, jika kandidat Partai Republik itu meminta penghitungan suara ulang.
Seperti diketahui, Presiden terpilih Amerika Serikat Joe Biden dinyatakan memenangkan negara bagian yang merupakan medan pertempuran penting dalam Pilpres AS pada 3 November 2020 kemarin.
Mengutip Al Jazeera, Trump yang mengumpulkan 214 suara electoral telah mengajukan gugatan hukum atas hasil Pilpres AS 2020 ini.
Baca juga: POPULER Internasional: 4 Astronot SpaceX Meluncur ke ISS | Trump Lagi-lagi Sebut Biden Curang
Baca juga: Trump Sebut Biden Menang di Pilpres AS Karena Curang

"Tim hukum terus memeriksa masalah atau penyimpangan di Wisconsin dan menyiapkan opsi hukum terbuka, termasuk penghitungan ulang dan audit," papar Penasihat Hukum Trump 2020, Jenna Ellis, ketika ditanya apakah tim kampanye Trump akan melanjutkan dengan petisi penghitungan ulang.
Berdasarkan undang-undang negara bagian, karena margin kemenangan Biden kurang dari 1 persen tetapi lebih besar dari 0,25 persen.
Sementara, Trump sebagai 'finisher' kedua memiliki hak untuk meminta penghitungan ulang, tetapi harus membayar terlebih dahulu untuk menutupi biaya operasi.
Kepala pejabat pemilihan Wisconsin, Meagan Wolfe buka suara lewat sebuah pernyataan.
Wolfe menerangkan, panitera daerah, seperti yang diharuskan oleh hukum, dengan hati-hati memperkirakan biaya mereka untuk menghitung ulang 3,2 juta surat suara Wisconsin.
“Kami masih belum menerima indikasi akan atau tidak akan ada penghitungan ulang,” kata Wolfe.
Dia mengatakan perkiraan biaya "secara signifikan lebih tinggi" daripada biaya sebenarnya pada tahun 2016.
Hal ini dikarenakan, penghitungan suara membutuhkan ruang yang lebih besar untuk mengatur jarak sosial selama pandemi Covid-19.
Serta, dana lebih besar diperlukan untuk keamanan ruang-ruang tersebut.
Baca juga: Merasa Dicurangi di Pilpres AS, Ribuan Pendukung Donald Trump Demo di Washington Hingga Phonenix
Baca juga: POPULER Internasional: Topan Vamco di Filipina | Perkelahian Pendukung Trump & Pendukung Biden di DC

Trump Berulang Kali Menolak Hasil Pilpres
Sejak Biden, seorang Demokrat, meraih kemenangan dalam pemilihan , Trump telah menolak untuk menyerah dan berulang kali mengklaim, tanpa bukti, bahwa hasil Pilpres AS dicurangi.
Pejabat pemilu dari kedua belah pihak mengatakan, tidak ada bukti penyimpangan.
Lalu, pejabat keamanan pemilu federal telah mengecam "klaim tidak berdasar" dan menyatakan "kepercayaan penuh" pada integritas pemilu.
Baca juga: Perkelahian antara Pendukung Biden dan Trump Pecah di Ibu Kota Amerika Serikat
Trump Akui Kemenangan Biden Lewat Cuitan Twitter, tapi Masih Klaim Pilpres Curang
Diberitakan sebelumnya, Donald Trump untuk pertama kali tampaknya mengakui kemenangan Joe Biden dari Partai Demokrat atas Pilpres AS 2020.
Tetapi, Trump kembali mengklaim bahwa pemungutan suara dalam Pilpres AS telah dicurangi.
"Dia menang karena pemilihannya curang," cuitan Trump pada Minggu (15/11/2020).
"Saya tidak mengakui apa-apa," tulis Trump dalam twit lain tak lama setelah itu.
Sementara itu, Kepala staf Biden yang baru, Ron Klain, menolak sebagian besar klaim Trump atas kemenangan Joe Biden dalam wawancara pada Minggu kemarin.
"Jika Presiden (Donald Trump) siap menerima kenyataan itu, itu positif," kata Klain pada program Meet the Press NBC.
Namun, dia menambahkan: "Umpan Twitter Donald Trump tidak menjadikan Joe Biden presiden atau bukan presiden, rakyat Amerika yang melakukannya."

Al Jazeera melaporkan, media berita Amerika Serikat memproyeksikan Biden sebagai pemenang Pilpres AS 2020 pada 7 November kemarin.
Biden berhasil mengumpulkan 290 suara elektoral, sementara Donald Trump mencatat 214 elektoral.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)