Donald Trump Positif Corona, Apa yang Akan Terjadi jika Trump Terlalu Sakit untuk Menjadi Presiden?
Donald Trump Positif Corona: Apa yang Akan Terjadi jika Trump Terlalu Sakit untuk Menjadi Presiden?
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyatakan bahwa dirinya dan istri, Melania Trump, positif terkena virus corona.
Hal itu disampaikannya pertama kali melalui akun Twitter-nya, Jumat (2/10/2020) pagi waktu setempat, yang juga disusul oleh rilis resmi dokter Gedung Putih.
Diagnosis positif corona pada Trump menimbulkan sejumlah pertanyaan tentang apa yang mungkin terjadi selanjutnya.
Pasalnya, Trump diharuskan mengisolasi diri selama 10 hari sejak menerima hasil tes positif Covid-19 pada Kamis (1/10/2020) lalu.
Alhasil, rapat umum yang berlangsung di Florida pada Jumat (2/10/2020) pun dibatalkan.
Baca: Trump Positif Covid-19, Wall Street Melemah Tajam
Kampanye yang dijadwalkan selama periode ini juga terpaksa harus dibatalkan atau ditunda.
Meskipun begitu, Trump dianggap masih dapat mengikuti debat presiden berikutnya, yang dijadwalkan pada 15 Oktober 2020.
Pemilu ditunda?
Masa isolasi diri Donald Trump jelas berdampak pada kemampuannya berkampanye.
Muncul pertanyaan tentang apakah pemilu ditunda.
Dilansir BBC, berdasarkan undang-undang, pemilihan presiden AS diadakan pada hari Selasa, setelah Senin pertama bulan November setiap empat tahun.
Jadi, pilpres tahun ini diadakan pada 3 November 2020.

Mengubah tanggal pemilu merupakan kewenangan anggota parlemen AS, bukan presiden.
Ini akan membutuhkan mayoritas dari kedua Gedung Kongres untuk memberikan suara yang mendukung perubahan tanggal.
Namun, sepertinya perubahan tanggal pilpres tidak mungkin terjadi.
Baca: POPULER INTERNASIONAL: Trump & Istri Positif Corona | China Balas Dendam Setelah Lockdown Berakhir
Perubahan tanggal harus melewati Dewan Perwakilan Rakyat yang dikendalikan Demokrat.
Kalaupun diubah, konstitusi AS mengatur bahwa pemerintahan presidensial hanya berlangsung selama empat tahun.
Artinya, masa jabatan Trump otomatis akan berakhir pada 20 Januari 2021 siang waktu setempat.
Mengubah tanggal juga akan membutuhkan amandemen konstitusi.
Ini harus disetujui oleh dua pertiga anggota parlemen AS atau badan legislatif tingkat negara bagian.
Dibutuhkan pula tiga perempat negara bagian AS, yang sekali lagi, dianggap tidak memungkinkan.
Apa yang akan terjadi jika kondisi Trump sangat lemah untuk menjadi Presiden?

Untuk saat ini, presiden AS tersebut dikabarkan memiliki gejala ringan.
Namun, jika dia terlalu sakit untuk menjalankan tugasnya sebagai presiden, berikut aturan menurut konstitusi AS:
Amandemen ke-25 memungkinkan presiden menyerahkan kekuasaan kepada wakil presiden, Mike Pence, yang akan menjadi penjabat presiden.
Setelah Trump pulih, dia bisa menduduki kembali posisinya.
Baca: Doa Wapres Mike Pence untuk Kesembuhan Trump dan Melania dari Virus Corona
Jika presiden sangat tidak sehat untuk menyerahkan kekuasaan, kabinet dan wakil presiden dapat menyatakan bahwa dia tidak dapat melanjutkan kepemimpinan.
Alhasil, Pence akan mengambil peran tersebut.
Jika Pence juga tidak sehat, di bawah Undang-Undang Suksesi, Ketua DPR, Nancy Pelosi, lah yang akan menjadi penggantinya.

Meskipun, para ahli konstitusi mengatakan, pengalihan kekuasaan semacam itu akan memicu pertempuran hukum.
Jika Pelosi tidak mau atau tidak dapat mengambil peran itu, posisi akan diserahkan kepada Senator Republik senior, yang saat ini adalah Charles E Grassley.
Hal ini juga hampir pasti akan menghadapi tantangan hukum.
Jika Trump tidak dapat mencalonkan diri dalam pemilihan, nama siapa yang akan masuk dalam pemungutan suara?
Apabila seorang calon yang dipilih oleh sebuah partai sebagai calon presiden tidak mampu menjalankan peran itu, ada prosedur alternatif yang akan dijalankan.
Meskipun Mike Pence pada awalnya akan menjalankan tugas kepresidenan, dia belum tentu menjadi kandidat pemilihan partai Republik.
Sebab, partai tersebut telah secara resmi mencalonkan Trump.

Di bawah aturan partai, 168 anggota Komite Nasional Republik (RNC) akan memberikan suara untuk memilih calon presiden baru, dengan Mike Pence sebagai satu kandidat yang mungkin dipilih.
Jika Pence terpilih, calon wakil presiden baru harus dipilih.
Namun, selama ini, baik Demokrat maupun Republik tidak pernah menggantikan calon presiden mereka setelah secara resmi memilih.
Apakah memungkinkan untuk mengulang pemungutan suara?
Menurut para ahli, kondisi ini akan menimbulkan banyak ketidakpastian.
Pasalnya, jutaan surat suara telah dikirim sesuai dengan nama-nama kandidat yang dicalonkan oleh partainya.
Pemungutan suara secara langsung juga telah dimulai lebih awal di beberapa negara bagian.
Seorang profesor hukum di University of California, Irvine, Rick Hasen, mengatakan pemungutan suara mungkin akan dilanjutkan dengan nama kandidat yang telah ada dalam surat suara.
Namun, akan ada pertanyaan tentang apakah undang-undang negara bagian mengizinkan orang yang dicalonkan untuk memilih calon pengganti.
"Presiden Trump hampir pasti akan tetap ada dalam pemungutan suara, apa pun yang terjadi," tulis Richard Pildes, profesor hukum yang ahli di bidang pemilu.
Pildes menunjukkan, Partai Republik dapat meminta pengadilan untuk memberi perintah mengubah nama kandidat.
Namun, dalam praktiknya, tidak ada cukup waktu untuk melakukannya.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)