Tiga Roket Hantam Sasaran Dekat Pangkalan AS di Irak Utara
AS memperingatkan Irak akan menutup kedutaannya, jika Baghdad gagal menghentikan serangan rudal yang mengancam instalasi Amerika.
TRIBUNNEWS.COM, BAGHDAD – Tiga roket menghantam sasaran di dekat pangkalan AS di Bandara Internasional Erbil, Irak Utara.
Sistem penangkis udara Patriot menembak jatuh satu di antara tiga roket yang diduga ditembakkan kelompok milisi Irak, Rabu (30/9/2020) malam atau Kamis (1/10/2020) dini hari WIB.
Dua roket lain menghantam sasaran dekat markas partai oposisi Irak, dan satu lagi mendarat di lading di salah satu desa setempat.
Kabar ini diwartakan Al-Sumaria News dan Al Masdar News Network yang memonitor perkembangan Irak dari Beirut, Lebanon.
Juru bicara Combined Joint Task Force-Operation Inherent Resolve (CJTF-OIR) Kolonel Wayne Marotto mengatakan tembakan roket tidak menyerang pangkalan Koalisi di Erbil Irak, dan tidak ada korban atau kerusakan yang dilaporkan.
Baca: Ancaman AS Tarik Diplomat dari Irak Timbulkan Ketakutan akan Perang
Baca: AS Pindahkan Sistem Pertahanan Rudal ke Irak setelah Muncul Serangan Milisi yang Didukung Iran
Rekaman yang diduga dari tempat kejadian telah muncul di media sosial, dengan beberapa mengklaim setidaknya enam roket telah diluncurkan.
Reuters melaporkan, mengutip layanan kontraterorisme Kurdistan Irak, kelompok paramiliter Irak yang didukung Iran menembakkan enam roket ke arah pasukan koalisi di Bandara Internasional Erbil.
Laporan itu mengatakan empat roket menghantam dekat tepi fasilitas bandara dan dua tidak meledak.
Selasa (29/9/2020), Perdana Menteri Irak Mustafa Al-Kadhimi mengatakan sejumlah negara, termasuk AS secara resmi mempertimbangkan penutupan misi luar negerinya di Baghdad jika serangan roket terus berlanjut.
Sebelumnya, surat kabar Wall Street Journal melaporkan AS berencana menutup kedutaan besarnya di Baghdad, dalam beberapa bulan ke depan potensi bahayanya.
Pada saat yang sama, Amerika Serikat akan mempertahankan konsulatnya di Erbil. Zona Hijau di Baghdad jadi pusat diplomatic dan markas kedutaan AS terbesar di dunia.
Kawasan ini jadi langganan serangan roket selama bertahun-tahun. Zona tersebut juga tidak jauh dari Bandara Internasional Baghdad, berdekatan dengan lapangan terbang militer.
Dalam upaya untuk meredam serangan bersenjata dari kelompok paramiliter Irak, PM Al-Kadhimi memerintahkan pembentukan komite khusus pada pertengahan Juni.
Pemerintah AS memperingatkan Irak tentang kesiapannya untuk menutup kedutaannya, jika Baghdad gagal menghentikan serangan rudal yang mengancam pihak Amerika.
Menurut sumber WSJ di kalangan pejabat AS, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyampaikan informasi ini kepada Presiden Irak Barham Salih dan Perdana Menteri Mustafa al Kadhimi.
Seorang pejabat Irak yang dikutip oleh WSJ juga berspekulasi Washington mungkin juga akan menarik pasukannya dari negara itu.
Tekanan terhadap kehadiran AS ini juga dating dari Iran. Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, Ali Shamkhani, mengatakan hukuman minimum bagi mereka yang membunuh Jenderal Qassem Soleimani adalah penarikan lengkap pasukan AS dari Irak.
Saat bertemu Menteri Luar Negeri Irak Fuad Hussein, Shamkhani meminta pemerintah Irak untuk menindaklanjuti pembunuhan Soleimani dan Wakil Komandan Unit Mobilisasi Populer Irak, Abu Mahdi Al-Muhandis.
"Proyek Zionis saat ini sedang dilakukan untuk menormalisasi hubungan dengan beberapa negara di kawasan di bawah tekanan dari Amerika, yang bertujuan hanya untuk sepenuhnya mendominasi kawasan," kata Shamkhani.
Dia menunjukkan operasi ini itu merupakan pengkhianatan besar dan pelanggaran terang-terangan terhadap hak-hak rakyat Palestina.
Penggalangan ala AS dan Israel akan menyebabkan peningkatan ketidakstabilan dan memicu perbedaan di antara negara-negara di kawasan.
Qassem Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis terbunuh lewat serangan rudal drone AS pada malam 3 Januari 2020, di dekat Bandara Internasional Baghdad.
Setelah pembunuhan tersebut, Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran meluncurkan rudal jelajah ke pangkalan AS di Irak.(Tribunnews.com/Sputniknews/RussiaToday/AlMasdarNews/xna)