Polemik Normalisasi Hubungan UEA-Israel: Pejabat Sudan Dipecat hingga PM Pakistan Tak Akui Israel
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Sudan dipecat setelah mengomentari hubungan antara Sudan dengan Israel.
TRIBUNNEWS.COM - Juru bicara Kementerian Luar Negeri Sudan dipecat setelah mengomentari hubungan antara Sudan dengan Israel.
Dikutip dari Al Jazeera, pejabat dari Kemenlu itu diduga mengeluarkan pernyataan yang tidak sah.
Dalam komentar singkatnya itu, dia mengindikasikan bahwa ada normalisasi antara Sudan dan Israel.
Sebelumnya pekan lalu, Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel sepakat ingin membangun hubungan diplomatik.
Kesepakatan ini mendapat kecaman keras dari Palestina lantaran dinilai sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan mereka selama ini.
Baca: Abbas: Rakyat Palestina tidak Khawatir Soal Kesepakatan Omong Kosong Israel-UAE
Baca: 5 Negara Timur Tengah Ini Diprediksi Akan Berdamai dengan Israel, Ada Bahrain dan Arab Saudi

Adapun perjanjian ini menjadikan UEA duduk di negara ketiga di daratan Arab yang punya hubungan penuh dengan Israel.
Sebelumnya, ada Mesir dan Yordania yang sudah berhubungan baik dengan Israel.
Kabar pemecatan Jubir Kemenlu Sudan ini dibenarkan oleh pernyataan resmi yang dilaporkan kantor berita resmi SUNA pada Rabu (19/8/2020).
"Penjabat Menteri Luar Negeri Sudan Omar Qamar al-Din telah memecat Haidar Badawi dari posisinya sebagai juru bicara dan kepala divisi media di kementerian," jelas pernyataan tersebut.
Pemecatan ini terjadi sehari setelah Badawi mengatakan, Sudan menantikan kesepakatan dengan Israel.
"Tidak ada alasan untuk melanjutkan permusuhan antara Sudan dan Israel," kata Badawi seperti dilaporkan Sky News Arabia.
Baca: Polemik Kehadiran Dubes Palestina ke Deklarasi KAMI, Berikut Penjelasan Din Syamsuddin

Dia juga mengatakan, Sudan sudah berkomunikasi dengan Israel dan akan memulai kesepakatan.
Pernyataan Badawi ini secara tidak langsung menyinggung janji PM Israel, Benjamin Netanyahu untuk segera menyelesaikan kesepakatan.
Di sisi lain, Qamar al-Din tidak banyak menanggapi pernyataan kontroversial dari Badawi.
Dia juga bersikeras kementerian luar negeri tidak membahas hubungan dengan Israel.
Pada Februari silam, Netanyahu bertemu dengan Jenderal Abdel Fattah Burhan, kepala pemerintahan transisi Sudan, selama perjalanan rahasia ke Uganda.
Menurut laporan dari Israel, kedua pemimpin ini sepakat menormalisasi hubungan.
Setelah kabar ini muncul, seorang pejabat senior Palestina mengecam pertemuan itu.
Dia menyebutnya sebagai penikaman di belakang rakyat Palestina.
"Presiden Burhan menempatkan Sudan di jalur yang benar dengan pertemuannya dengan perdana menteri Israel," kata Badawi.
Pakistan Tak Akui Israel
Sementara itu, dilansirAl Jazeera, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengatakan, Pakistan tidak akan mengakui Israel sampai Palestina mendapatkan haknya.
Dalam wawancaranya, Khan pada Selasa (18/8/2020) lalu mengatakan, Islamabad tidak akan mengakui Israel sebagai negara.
Dia mempersoalkan normalisasi hubungan antara UEA dan Israel yang ditengahi Amerika Serikat pekan lalu.
"Apa pun yang dilakukan negara mana pun, posisi kami sangat jelas. Dan posisi kami dijelaskan oleh (pendiri Pakistan) Quaid-e-Azam Muhammad Ali Jinnah pada tahun 1948."
"Bahwa kami tidak akan pernah menerima Israel selama Palestina tidak diberikan hak mereka dan tidak ada penyelesaian yang adil," kata Khan.
Baca: Anak-anak Palestina di Gaza Ikuti Lomba 17-an, dari Balap Karung hingga Ambil Koin dalam Tepung

"Ketika Anda berbicara tentang Israel dan Palestina, kami perlu berpikir, akankah kami dapat menjawab (Tuhan) jika kami meninggalkan orang-orang yang telah menghadapi setiap jenis ketidakadilan dan yang hak-haknya diambil?"
"Hati nurani saya tidak akan pernah mengizinkan saya untuk melakukannya, melakukan ini, saya tidak pernah bisa menerimanya," kata Khan.
Sikap tegas Khan ini diapresiasi dan disambut terima kasih oleh Kedutaan Besar Palestina di Islamabad.
Sementara itu, Arab Saudi pada Rabu mengatakan, tidak akan mengikuti UEA dalam membangun hubungan diplomatik dengan Israel.
Arab Saudi berjanji akan bersikap demikian hingga Israel dan Palestina menandatangani perjanjian perdamaian yang diakui Palestina.
"Perdamaian harus dicapai dengan Palestina berdasarkan perjanjian internasional sebagai prasyarat untuk normalisasi hubungan," kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)