Mantan Penasihat Gedung Putih Ungkap Donald Trump Kongkalikong dengan Xi Jinping Agar Menang Pilpres
Presiden AS, Donald Trump memintan bantuan Presiden China, Xi Jinping untuk memenangkannya dalam pemihan ulang.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden AS, Donald Trump meminta bantuan Presiden China, Xi Jinping untuk memenangkannya dalam pemihan ulang.
Isu ini diungkapkan dalam buku baru tulisan Penasihat Keamanan Nasional, John Bolton.
Buku yang mendadak fenomenal ini sejatinya belum terbit dan masih dalam tinjauan media AS.
Bolton mengatakan, Trump ingin China membeli produk pertanian dari AS.
Dia juga menerangkan bahwa Trump tidak mendapatkan informasi cara 'mengendalikan' Gedung Putih, dikutip dari BBC.
Baca: Facebook Hapus iklan Kampanye Trump yang Gunakan Simbol Kamp Konsentrasi Nazi
Baca: UU tentang Uighur Diteken oleh Donald Trump, Reaksi China: Kami Akan Ambil Tindakan Balasan

Tuduhan adanya kongkalikong antara Xi dengan Trump merujuk pertemuan mereka pada KTT G20 di Osaka, Jepang pada Juni 2019.
"Trump, secara menakjubkan, mengalihkan pembicaraan ke pemilihan presiden AS yang akan datang (pada 2020), menyinggung kemampuan ekonomi China dan memohon kepada Xi untuk memastikan dia menang," tulis Bolton.
"Dia menekankan pentingnya petani dan meningkatkan pembelian kedelai dan gandum China dalam hasil pemilu," tambahnya.
Memang para petani menjadi pemilih utama karena sebagian besar dari mereka memenangkan Trump pada pemilu 2016.
Bicara pada Rabu (17/6/2020) malam waktu AS, Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer membantah tuduhan Bolton dan mengatakan Trump tidak pernah meminta bantuan untuk pemilu.
Bolton juga menyebutkan pembicaraan sebelumnya pada jamuan makan malam, di mana Xi dan Trump membahas pembangunan kamp di wilayah Xinjiang, barat China.
Baca: Rupiah Melemah Tipis ke Rp 14.090 per Dolar AS Jumat, 19 Juni 2020, Berikut Kurs di 5 Bank Besar
Baca: Sanksi AS Bikin Rusia Ikuti Jejak China, Ngegas Produksi Emas
Trump mengatakan bahwa pembangunan itu tepat dan harus dilanjutkan.
Diketahui China telah menahan sekitar satu juta warga Uighur dan etnis minoritas di kamp-kamp tersebut.
Mereka dihukum dan didoktrinasi di dalam tempat itu.
Padahal pemerintahan Trump mengritik perlakuan China kepada Uighur secara terang-terangan.
Bahkan pada Rabu ini, Trump menandatangani undang-undang yang mengesahkan sanksi AS kepada pejabat China yang bertanggungjawab atas penindasan warga Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang.
China membantah menganiaya warga Uighur dan menyerang langkah AS, menyebutnya tindakan jahat dan mengancam.
Melihat isi dari buku itu, pemerintahan Trump berusaha memblokir tulisan Bolton agar tidak dijual bebas.
"Dia melanggar hukum. Ini adalah informasi yang sangat rahasia dan dia tidak memiliki persetujuan," kata Trump kepada Fox News.
"Dia orang yang mudah tersinggung."
"Aku memberinya kesempatan," tambah presiden.
John Bolton bergabung dengan Gedung Putih pada April 2018 dan keluar dari pekerjaannya pada September 2019.
Bolton saat itu mengaku memang memutuskan untuk berhenti.
Di sisi lain, Presiden Trump mengatakan dia memecat Bolton karena kerap bersinggungan dan tidak sepemikiran dengannya.

Baca: Kasus Baru Positif Covid-19 Meningkat, Donald Trump Pastikan Amerika Tidak Akan Lockdown Lagi
Baca: Trump Teken Perintah Eksekutif Reformasi Kepolisian
Bolton dikenal sebagai sosok yang tegas terhadap kebijakan luar negeri.
Dia juga pernah bertugas di masa pemerintahan Presiden George W. Bush.
Sebagai penasihat keamanan nasional, ia adalah penasihat utama bagi presiden AS tentang masalah keamanan di dalam dan luar negeri.
Buku yang mengatakan kerjasama antara Xi dengan Trump itu bertajuk 'The Room Where It Happened', akan dijual pada 23 Juni mendatang.
Namun pada Rabu malam, Departemen Kehakiman meminta perintah darurat dari seorang hakim untuk menghentikan pembebasan buku itu.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)