Sabtu, 4 Oktober 2025

Korea Utara Ancam Kerahkan Pasukan, Korea Selatan: Belum Ada Kegiatan Mencurigakan

Korea Selatan mengaku belum mendeteksi kegiatan yang mencurigakan dari militer Korea Utara hari ini, Kamis (18/6/2020).

Editor: Adi Suhendi
AFP / Yonhap via Korea Herald
Peta Semenanjung Korea (kiri) dan kepulan asap dari ledakan kantor penghubung antar-Korea di Kaesong (kanan) - Adik Kim Jong Un, Kim Yo Jong, mengancam Korea Selatan. Pada Selasa (16/6/2020), Korea Utara meledakkan kantor penghubung antar-Korea di Kaesong. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, SEOUL - Korea Selatan mengaku belum mendeteksi kegiatan yang mencurigakan dari militer Korea Utara hari ini, Kamis (18/6/2020).

Hal tersebut menyikapi ancaman dari Korea Utara akan memperbanyak pasukan di perbatasan dua negara.

Tindakan provokatif di perbatasan itu melanggar perjanjian 2018 untuk mengurangi ketegangan.

Sebelumnya Korea Utara mengatakan akan mengirim lebih banyak pasukan ke situs kerjasama antar-Korea di wilayahnya, membangun kembali pos jaga, dan menghidupkan kembali latihan militer di sisi utara perbatasan dengan Korea Selatan.

Baca: Hubungan Korea Utara-Korea Selatan Kian Memanas, Tentara Korut Muncul di Pos-pos Dekat Perbatasan

Langkah tersebut akan melanggar kesepakatan tahun 2018 yang melarang kedua Korea untuk mengambil tindakan bermusuhan terhadap satu sama lain.

Juru Bicara Kantor Kepala Staf Gabungan Korea Selatan, mengatakan kepada para wartawan bahwa tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan Korea Utara telah mulai melancarkan ancaman-ancamannya.

Baca: Korea Utara dan Korea Selatan Memanas, Menteri Unifikasi Kim Yeon-chul Siap Mundur

Dia mengatakan Korea Selatan akan mempertahankan kesiapan militer untuk menghadapi situasi apapun.

Rabu (17/6/2020), militer Korea Selatan memperingatkan Korea Utara akan menghadapi konsekuensi yang tidak ringan jika melanggar perjanjian.

Korea Utara Perbanyak Pasukan di Perbatasan

Dikaporkan KCNA, Rabu (17/6/2020), juru bicara Staf Umum Tentara Rakyat Korea Utara (KPA) mengatakan akan mengirimkan pasukan ke Gunung Kumgang dan Kaesong dekat perbatasan, di mana kedua negara tersebut telah melakukan proyek ekonomi bersama di masa lalu.

Juru bicara KPA juga mengatakan polisi yang telah ditarik dari Zona Demiliterisasi (DMZ) akan dibangun ulang.

Baca: Makin Memanas, Tolak Utusan Korea Selatan, Korea Utara Ancam Perbanyak Pasukan ke Perbatasan

Sementara unit artileri akan diperkuat di dekat perbatasan laut Barat, di mana para pembelot sering mengirim pesan-pesan propaganda anti-Korea Utara.

Kementerian Pertahanan Seoul mendesak Korea Utara untuk mematuhi Pakta militer 2018 antar-Korea, di mana kedua belah pihak berjanji untuk menghentikan "semua tindakan bermusuhan" dan membongkar pos militer di sepanjang DMZ.

Korut Hancurkan Kantor Penghubung

Korea Utara meledakkan sebuah kantor penghubung dengan Korea Selatan di perbatasan Kaesong pada Selasa (16/6/2020).

Meskipun bangunan itu kosong dan Korea Utara sebelumnya mengisyaratkan rencananya untuk menghancurkannya, langkah ini masih merupakan tindakan yang paling provokatif dilakukan Pyongyang.

Hal ini akan menimbulkan kemunduran serius dari upaya Presiden Korea Selatan yang liberal Moon Jae-in merajut perdamaian di Semenanjung Korea.

Karena pendirian kantor penghubung ini adalah bagian dari upaya rekonsiliasi pada 2018 setelah para pemimpin Korea, yang secara teknis masih berperang, bertemu untuk mencoba memperbaiki hubungan.

Kantor Berita Resmi Korea Utara KCNA melaporkan, negara itu menghancurkan kantor penghubung dengan "ledakan dahsyat" karena "marah."

"Penghancuran ini sejalan dengan pola pikir orang-orang yang marah kepada sampah manusia dan mereka, yang telah melindungi sampah itu, harus membayar mahal atas kejahatan mereka," demikian laporan KCNA merujuk pada para pembelot Korea Utara di Korea Selatan yang mengirim selebaran propaganda anti-Pyongyang selama bertahun-tahun.

Pemimpin Korea Selatan menyerukan untuk berhenti menaikkan ketegangan.

Korea Selatan mengeluarkan pernyataan yang menyatakan "penyesalan yang luar biasa" atas penghancuran kantor penghubung.

Pernyataan tersebut, yang dikeluarkan setelah pertemuan darurat Dewan Keamanan Nasional, mengatakan penghancuran itu adalah "tindakan yang mengkhianati harapan untuk perbaikan hubungan Korea Selatan-Korea Utara dan menciptakan perdamaian di Semenanjung Korea."

Secara terpisah, Departemen Pertahanan Korea Selatan mengatakan mereka tengah memonitor kegiatan militer Korea Utara dan siap sigmaga untuk bertempur.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan keprihatinan pada perkembangan terbaru di Semenanjung Korea.

"Sekjen PBB menyerukan dimulainya kembali dialog antar-Korea yang mengarah ke solusi damai yang memberi manfaat bagi perdamaian dan kemakmuran bagi semua orang," kata juru bicara PBB Eri Kaneko di New York.

Sebelumnya militer Korea Utara siap untuk mengambil tindakan tegas, jika para pembelot masih terus mengirim selebaran anti-Pyongyang di perbatasan Korea.

Demikian dilaporkan Kantor Berita Resmi Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA), Selasa (16/6/2020).

Staf Umum Tentara Rakyat Korea (KPA) mengatakan hubungan dua Korea makin buruk, dan mereka telah mempelajari "rencana aksi" untuk memasuki kembali zona yang telah didemiliterkan di bawah Pakta Inter-Korea dan "mengubah garis depan menjadi sebuah benteng."

"Militer kami akan dengan cepat dan menyeluruh melaksanakan keputusan dan perintah dari Partai dan pemerintah," demikian pernyataan KPA seperti dilaporkan kantor berita KCNA.

Ketegangan telah meningkat saat Pyongyang mengancam untuk memutuskan semua komunikasi antar-Korea dan mengambil tindakan balas dendam atas selebaran, yang membawa pesan kritis kepada pemimpin Korea Utara Kim Jong un termasuk soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Selebaran 'propaganda" dari para pembelot - biasanya disampaikan pada balon udara atau mengambangkan botol di aliran sungai.

Pada Sabtu pekan lalu, Kim yo Jong, saudari Kim Jong Un--pejabat senior Partai Buruh yang berkuasa, mengatakan ia memerintahkan militer untuk mempersiapkan tindakan tegas terhadap Korea Selatan.

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mendesak Pyongyang pada Senin (15/6/202.), untuk menjaga kesepakatan perdamaian yang dicapai oleh dua pemimpin dan kembali ke jalan dialog.

Sebelumnya Korea Utara mengatakan pada Selasa (9/6/2020) akan memutuskan semua sambungan atau saluran komunikasi dengan Korea Selatan.

"Korea Utara menyebut, ini sebagai langkah pertama menuju sepenuhnya mematikan semua sarana komunikasi dengan Seoul," Kantor Berita Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA).

Selama beberapa hari ini, Korea Utara telah menyerang Korea Selatan, mengancam akan menutup kantor penghubung antar Korea dan proyek lainnya, jika Korea Selatan tidak menghentikan pembelot mengirim leaflet atau selebaran ke Pyongyang.

Pejabat pemerintah tertinggi di Korea Utara, termasuk saudari Kim Jong un, Kim yo Jong, dan Kim Yong Chol (Wakil Ketua Komite Pusat Partai Buruh Korea) bertekad "akan melakukan langkah-langkah itu untuk melawan musuh Korea Selatan."

"Sebagai langkah pertama, di hari Selasa, Korea Utara akan mengakhiri jalur komunikasi di kantor penghubung antar Korea, dan hotline antara dua militer dan kantor kepresidenan, antara lain," kata laporan KCNA.

Pengumuman resmi ini tampaknya merupakan kemunduran dari upaya selama ini untuk mencairkan ketegangan dua Korea.

Laporan KCNA menyatakan, Korea Utara menuduh pemerintah Korea Selatan tidak bertanggung jawab sehingga memungkinkan pembelot untuk menyakiti martabat kepemimpinan tertinggi Korea Utara.

"Ini adalah tanda permusuhan kepada semua warga kami," kata KCNA.

"Kami telah mencapai kesimpulan bahwa tidak perlu untuk duduk berhadapan dengan pemerintah Korea Selatan dan tidak ada masalah untuk berdiskusi dengan mereka, karena mereka hanya membikin kita kecewa kita,"(Reuters/AP/Channel News Asia)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved