Senin, 6 Oktober 2025

Pelecehan Seksual

Jalani Prosedur Menyakitkan, Payudara Gadis di Kamerun Disetrika, Agar Tidak Alami Pelecehan Seksual

Para gadis di Kamerun harus jalani prosedur menyakitkan dengan konsekuensi dan tekanan psikologis jangka panjang demi hindari pelecehan seksual

Philip Obaji Jr/Al Jazeera
Cameroonian Women and girls living in the Ogoja settlements for refugees in Nigeria face high levels of sexual harassment and assault 

Praktik menyeterika payudara gadis muda ini diketahui sudah terjadi di Kamerun selama beberapa generasi.

Asal usul praktik ini tidak jelas, tetapi sekira seperempat wanita di Kamerun telah mengalami penyetrikaan payudara.

Berdasar data penelitian oleh Gender Empowerment and Development (GeED), merupakan organisasi non-pemerintah,yang berbasis di Yaounde, Kamerun, menemukan bahwa hampir 60 persen kasus, prosedur itu dilakukan oleh sang ibu.

PBB menyebut penyetrikaan payudara merupakan kekerasan berbasis gender yang termasuk dalam satu di antara kejahatan yang paling sedikit dilaporkan.

Diperkirakan tindakan tersebut mempengaruhi 3,8 juta wanita secara global.

Baca: Akui Punya Hasrat Seksual Pada Anak, Oknum Marbot Masjid Cabuli 3 Bocah, Modus: Udah Sunat Belum?

Tidak Ada Gadis yang Aman

Tak berbeda dengan kondisi pengungsi lain di Cross River State, gadis M, dan Ibu A mengungsi dari kota barat daya Kamerun ke Nigeria.

Diberitakan, wilayah tersebut telah dikuasai oleh mayoritas yang menggunakan bahasa Perancis.

Sebelumnya, di wilayah tersebut, pertempuran pecah antara pasukan pemerintah dan separatis yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu.

Konflik yang terjadi itu telah memaksa sekira 500 ribu orang meninggalkan rumah mereka dan menciptakan krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.

Berdasar data terbaru dari Badan Pengungsi PBB (UNHCR), Nigeria saat ini telah menampung lebih dari 50 ribu pengungsi dari Kamerun.

Data itu menunjukkan 70 persen di antara pengungsi tersebut, hampir setengahnya adalah pengungsi yang tinggal satu di antara empat pemukiman pengungsi.

Sisanya tinggal di komunitas milik tuan rumah.

Diberitakan, Ibu A dan sang putri tiba di Ogaja pada Februari 2018 lalu.

Mereka bergabung dengan pengungsi lain yang berlindung di Adagom dan Okende.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved