Fadli Zon: Soliditas Parlemen Negara Muslim Faktor Penting Wujudkan Kemerdekaan Palestina
Proposal "Deal of the Century" yang diajukan Presiden Amerika Serikat, Donlad Trump tentang rencana perdamaian Timur Tengah,
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Proposal "Deal of the Century" yang diajukan Presiden Amerika Serikat, Donlad Trump tentang rencana perdamaian Timur Tengah, tidak bisa disebut sebagai proposal perdamaian, melainkan sebuah tindakan perampokan sistematis.
Alih-alih menawarkan solusi komprehensif, proposal tersebut lebih sebagai upaya Trump mengamankan kepentingan politik Israel di atas tanah Palestina. Karena itu diperlukan soliditas parlemen negara muslim, untuk memprotes keras kebijakan tersebut.
Baca: Andre Rosiade Tegaskan Tak Ikut Pilgub Sumbar, Yunarto Wijaya Beri Tanggapan, Singgung Soal Kondom
Demikian pidato yang disampaikan Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon dalam The 3rd Conference of the League of Parliamentarians for Al-Quds, Sabtu (8/2/2020), di Malaysia. Konferensi ini dibuka hari ini oleh Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad.
"Di tengah upaya keras masyarakat internasional meredakan situasi di Timur Tengah, kehadiran proposal “Deal of the Century” Trump adalah ancaman serius bagi proses perdamaian yang sudah diupayakan selama puluhan tahun," kata Fadli.
Baca: VIRAL Kisah Seorang Ayah Pamit ke Masjid, Pulang Bawa Musang: Ingin Pelihara Namun Istri Tak Setuju
Dijelaskan proposal Trump adalah kebijakan provokatif. Selain hanya mengamankan kepentingan politik Israel, proposal tersebut banyak melanggar resolusi PBB, Madrid principles, dan Quartet Road Map.
"Saya lebih melihat proposal tersebut sebagai rencana pengkhianatan, perampokan, dan tindakan ilegal, ketimbang mencari solusi yang adil bagi Timur Tengah, khususnya Palestina," ujarnya.
Penetapan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, misalnya, lanjut Fadli selain hanya menguntungkan Israel, juga melanggar resolusi 303 UN General Assembly tahun 1949, yang menetapkan Yerusalem sebagai corpus separatum.
Dengan status corpus separatum, Yerusalem berdasarkan hukum internasional ditempatkan sebagai wilayah terpisah yang berada di bawah pengawasan internasional. Sehingga, klaim sepihak atas Yerusalem adalah tindakan melawan hukum internasional.
Penetapan tersebut juga melanggar Resolusi 476 DK PBB tahun 1980. Resolusi tersebut dengan tegas memerintahkan kepada seluruh negara untuk memindahkan kantor kedutaannya dari Yerusalem. Termasuk AS.
Baca: 6 Zodiak Rajin Bangun Pagi: Capricorn Manfaatkan untuk Berbisnis dan Virgo Tak Bisa Bangun Siang
Itu sebabnya, seluruh kedutaan besar negara-negara yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel saat ini ada di Tel Aviv, bukan di Yerusalem.
Tak cukup dengan Yerusalem, melalui proposal tersebut, Trump juga mengakui kedaulatan Israel atas permukiman Tepi Barat.
Baca: Hujan hingga Sabtu Dini Hari, Inilah Lokasi Genangan Air di Jakarta, Tertinggi 5 Meter
Bahkan, Israel diberikan hak istimewa untuk mempertahankan semua permukiman Israel di Tepi Barat seluas mungkin. Padahal, status permukiman tersebut saat ini dianggap ilegal oleh sebagian besar komunitas internasional.
"Dalam resolusi 242 PBB tahun 1967, misalnya, PBB telah memerintahkan kepada Israel untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang direbutnya melalui perang," kata Fadli.
"Termasuk wilayah Tepi Barat dan juga Yerusalem. Begitupun dalam Resolusi DK PBB No.2334 yang menyatakan tentang Permukiman Israel di Palestina sebagai permukiman yang Ilegal," lanjutnya.
Di luar hak atas lahan, proposal Trump juga tak akan mengakui Palestina sebagai negara independen secara langsung. Pengakuan atas Palestina, baru akan diberikan dalam empat tahun ke depan.