Temui Moeldoko, Dubes China Bahas soal Muslim Uighur: Silakan jika Ingin Berkunjung
Dubes China menemui Moeldoko membahas soal muslim Uighur: Silakan jika ingin berkunjung.
TRIBUNNEWS.COM - Duta Besar China untuk Indonesia, Xiao Qian, datang menemui Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, di Bina Graha Kompleks Istana pada Selasa (17/12/2019).
Kunjungan Qian tersebut terkait masalah muslim Uighur.
Kepada Moeldoko, Qian mempersilakan warga Indonesia untuk melihat kondisi muslim Uighur secara langsung.
"Silakan jika ingin berkunjung, beribadah, dan bertemu dengan masyarakat muslim Uighur," kata Xiao Qian, dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Senin (16/12/2019).
Lebih lanjut, Qian mengatakan pemberitaan mengenai tindakan represif terhadap muslim Uighur tidak benar.
Ia memastikan wilayah Xinjiang, kawasan mayoritas muslim Uighur berada, dalam kondisi aman.
Qian menjelaskan, permasalahan yang ada di Xinjiang, sama seperti di belahan dunia lain yang memerangi tindakan radikalisme dan terorisme.
Menanggapi hal itu, Moeldoko mengatakan permasalahan di Xinjian merupakan urusan internal China.
Moeldoko menyebutkan, kondisi serupa terkait berita hoaks juga pernah dialami Indonesia.
Di sisi lain, Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin buka suara mengenai pemberitaan The Wall Street Journal yang menyebut ada ormas Indonesia disuap pemerintah China agar tidak menyuarakan kasus muslim Uighur.
Maruf mengatakan pemberitaan tersebut tidaklah benar.
Hal itu disampaikan Ma'ruf di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa.
"Kalau Ormas Islam kan sudah ada bantahan dari masing-masing Ormas Islam bahwa itu tidak benar," kata Ma'ruf, dilansir Kompas.com.
Iapun meminta pemerintah Indonesia untuk konsisten menyuarakan perlindungan hak asasi manusia muslim Uighur di China.
"Pemerintah memang konsisten kalau soal perlindungan hak asasi manusia."
"Kami akan mendukung upaya perlindungan dan juga mengajak semua negara, termasuk China, untuk melindungi hak asasi manusia."
"Jadi saya kira arahnya ke sana," tutur Maruf.
China Kecam Amerika
Pemerintah China mengancam, AS bakal "membayar akibatnya" setelah UU soal Muslim Uighur disahkan Selasa (3/12/2019).
Kabar itu terjadi di tengah upaya dua negara untuk menyelesaikan "fase pertama" dari perang dagang yang mereka jalani.
China sudah marah ketika Presiden AS Donald Trump menandatangani undang-undang yang mendukung demonstran Hong Kong.
Mereka merespons dengan menjatuhkan sanksi terhadap lima organisasi nirlaba (NGO), dan menangguhkan kunjungan kapal perang AS.
Kementerian luar negeri langsung menanggapi begitu DPR AS mengesahkan UU HAM Uighur Selasa malam waktu setempat.
Beijing mendesak supaya Washington tidak meloloskannya.
"Bagi setiap aksi yang ngawur, AS akan membayar akibatnya."
UU itu mengecam perlakuan Negeri "Panda" terhadap jutaan Muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya di Region Xinjiang.
Aturan itu lolos dengan perolehan 407 banding 1, dan menjadi versi terkuat dari yang dibuat Senat pada September lalu.
UU tersebut berisi kecaman terhadap penahanan massal yang dilakukan, dan mendesak supaya Beijing menutup fasilitas itu.
Legislasi itu meminta Trump menjatuhkan sanksi terhadap sosok yang menjadi arsitek penahanan, terutama Chen Quanguo, Sekretaris Partai Komunis Xinjiang.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi menyatakan, martabat sekaligus HAM dari etnis minoritas Xinjiang terancam oleh aksi barbar China.
"Kongres mengambil langkah penting dalam menghentikan pelecehan HAM mengerikan yang dilakukan terhadap Uighur," tegasnya.
Pelosi menyoroti bagaimana Beijing melakukan pendekatan seperti penyiksaan, pengawasan, dan penahanan terhadap minoritas Muslim.
"Jelas-jelas Upaya Ikut Campur Urusan China"
Juru bicara kemenlu Hua Chunying tidak menjabarkan apakah pengesahan UU tersebut bakal berdampak kepada perang dagang.
Tetapi, dia menjelaskan aturan itu jelas memberi implikasi terhadap relasi AS-China, terutama kerja sama di sektor penting, dilansir AFP, Rabu (4/12/2019).
Dalam keterangan sebelumnya, Hua menyebut UU itu jelas-jelas "upaya ikut campur upaya China" memerangi terorisme dan ekstremisme.
The Global Times memberitakan, Negeri "Panda" bisa mengambil "langkah tegas".
Seperti merilis "entitas" yang bakal dijatuhi sanksi.
"Menyapu Identitas Uighur"
UU yang dirilis DPR AS meminta Kementerian Luar Negeri AS menyediakan laporan mengenai penindakan di Xinjiang maksimal dalam satu tahun.
Nantinya, Kementerian Perdagangan bakal membekukan ekspor yang dipakai China untuk melakukan pengawasan.
Seperti teknologi pengenalan wajah.
Senator asal Republik Marco Rubio berkata, pemerintah China berusaha untuk menghapus identitas kultural dan etnis Uighur secara sistematis.
Sementara Proyek HAM Uighur (UHRP) menyatakan, UU itu memberikan jalan bagi negara lain untuk bertindak, dan memberi mereka harapan.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "UU soal Muslim Uighur Disahkan, China: AS Bakal Membayar Akibatnya"
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)