Perang Dagang Trump Malah Bikin Memburuknya Sektor Manufaktur AS
Perang Dagang yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump seharusnya menyelamatkan manufaktur
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Perang Dagang yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump seharusnya menyelamatkan manufaktur dan pertanian negara tersebut.
Namun, kebijakan proteksionisnya saat ini malah cenderung dianggap telah membuat AS mengalami hal yang lebih buruk.
Setahun lalu, Trump telah memproklamirkan diri sebagai 'Tariff Man' dalam tweetstorm yang ia lakukan di jejaring sosial Twitter terkait perang dagang dengan Tiongkok.
Baca: Sri Mulyani dan Perang Dagang AS-China: Semula Berharap Banyak, Lalu Kecewa. . .
Ia murka mengetahui praktik perdagangan yang diklaim mengancam kemakmuran negara yang ia pimpin itu.
Trump saat itu mengatakan bahwa pendekatannya yang 'berapi-api' tersebut merupakan langkah terbaik dalam upaya mendorong perekonomian AS.
"Ini cara terbaik untuk memaksimalkan kekuatan ekonomi kita," kata Trump.
Dikutip dari Business Insider, Jumat (6/12/2019), sepanjang masa kepresidenannya, Trump mengaku berusaha menyelamatkan segmen ekonomi yang ia yakini ditinggalkan oleh anggota parlemen AS dan dihajar oleh pesaing dari luar negeri.
Ia memiliki misi untuk menopang sektor manufaktur dan pertanian AS yang dinilai sebagai simbol dari era ketika AS membentuk bagian dominan dari mesin ekonomi abad ke-20.
Pada awal 2018, Trump mulai memicu perang dagang dengan Tiongkok.
Ia 'menampar' tarif pada kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia serta mitra dagang yang ramah itu, hanya untuk menopang kekayaan pada kedua sektor tersebut.
Namun yang terjadi malah sebaliknya, sektor manufaktur AS merosot dan para petani menderita kerugian yang sangat besar karena selama ini nilai total ekspor pertanian ke Tiongkok telah mencapai lebih dari setengahnya sejak 2017 lalu.
Namun berubah sejak diberlakukannya perang dagang.
Saat ini, Trump terlihat siap untuk menurunkan tensi perang dagang yang sedang berlangsung dengan negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu.
Namun ternyata harapan tersebut musnah saat suami dari Melania Trump itu mengumumkan bahwa dirinya memberlakukan tarif baja dan alumunium dari Brazil dan Argentina pada Senin lalu.
Keputusan kali ini tentu saja menyeret dua ekonomi terbesar di Amerika Selatan itu masuk ke dalam pusaran perselisihan, AS pun kini memiliki 'musuh baru'.
Trump menuduh Brazil dan Argentina memanipulasi mata uang dan mempersulit petani AS untuk bersaing.
Selain itu, Trump juga mengancam tarif impor Perancis.
Beberapa Pengamat Ekonomi pun menilai kebijakan proteksionis Trump tampak lebih menyakitkan dibanding mengembalikan industri AS pada kekuatan penuh.
Seperti yang disampaikan Ekonom Paul Krugman yang menyebut kebijakan itu sebagai 'paradoks' ekonomi Trump.
Krugman bahkan menilai industri yang coba dibangun Trump saat ini malah tampak jauh lebih buruk dibanding sebelumnya.
"Ia meluncurkan perang dagang untuk membuat manufaktur menjadi hebat kembali, namun hal lain terjadi pada sektor industri yang justru menyusut," tulis Krugman dalam cuitannya.
Menurut Krugman, saat Trump menuju pemilihan umum pada tahun depan, ia akan menemukan fakta bahwa menjanjikan perbaikan dalam perekonomian jauh lebih mudah dibandingkan merealisasikannya.
Trump kemungkinan akan menggandakan pendekatan agresifnya terhadap sektor perdagangan.
Namun ini akan berdampak pada faktor penting dalam pemilihan mendatang.
Sementara itu, seorang Ahli Perdagangan sekaligus anggota senior di Dewan Hubungan Luar Negeri AS Ted Alden mengatakan, "Dua sektor yang paling terpapar pada perang dagang ini adalah manufaktur dan pertanian,".
"Kebijakan perang dagang untuk menguatkan dua sektor itu seperti yang dilakukan Trump, akan membuat AS rentan mengalami pembalasan dari negara lain yang ingin menyerang dari sisi ekonomi," kata Alden.