Kongres Pendidikan Asia IAFOR di Jepang Tampilkan Wakil-wakil dari Indonesia
International Academic Forum (IAFOR) yang menyelenggarakan Kongres Pendidikan Asia hingga Minggu (3/11/2019) menampilkan wakil-wakil dari Indonesia.
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - International Academic Forum (IAFOR) yang menyelenggarakan Kongres Pendidikan Asia hingga Minggu (3/11/2019) menampilkan wakil-wakil dari Indonesia.
"Kongres Pendidikan Asia yang ke 11 kali ini diikuti oleh lebih dari 600 orang dari 50 negara yang mencakup Asia, Amerika (termasuk Amerika Selatan), Australia, Eropa dan Afrika," ungkap Monty P Satiadarma, International Academic Advisoryang juga mantan Rektor Universitas Tarumanagara kepada Tribunnews.com, Minggu (3/11/2019).
Indonesia melibatkan berbagai ilmuwan dari Universitas Persada Indonesia (Bandung), Universitas Sebelas Maret (Solo), Universitas Soegiyopranata (Semarang), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Tarumanagara (UNTAR).
UI dan UNTAR tercatat sebagai “global partners” IAFOR karena setiap tahun perwakilan mereka turut hadir dalam berbagai kongres terkait.
Baca: 5 Perawatan Wajah Wanita Jepang untuk Tampak Awet Muda, Termasuk Cuci Muka dengan Air Beras
Bersamaan dengan Kongres Pendidikan Asia ini dilangsungkan pula di tempat yang sama Simposium Riset S1 (Asian Undergraduate Research Symposium - AURS) sebagai upaya mengembangkan penelitian pada tingkat pra magister perguruan tinggi.
Pada tahun ini IAFOR menyelenggarakan symposiumnya yang ke 5, dengan menghimpun sejumlah peserta S1 berbagai perguruan tinggi internasional termasuk UI dan Soegiyapranata.

Dalam kesempatan kedua kongres yang bersamaan tersebut Universitas Tarumanagara diwakili oleh Ika Amalia Kusumawardhani yang memaparkan kajian evaluasi tes psikologi melalui pemilihan gambar ambigu.
Sementara itu Devario Delano mewakili Soegiyapranata menyajikan poster penelitian psikologis tentang perilaku pembunuh berencana (first degree murder).
Dari UPI Bandung ditampilkan poster pagelaran wayang golek sebagai sarana pendidikan dan dari Universitas Sebelas Maret dipaparkan penggunaan kursi ergonomis untuk menangani anak penyandang Autism.
Baca: Lakukan Insider Trading, Mantan Pimpinan Perusahaan di Jepang Terancam Tindak Pidana
"Ada juga Hugvie, robot Jepang berupa boneka minimalis, merupakan salah satu bentuk AT (artifical intelligence) yang menarik ikut ditampilkan," tambahnya.
Robot itu kini digunakan untuk ragam masalah psikologis seperti mengisi rasa hampa orang tua, mengatasi kesulitan tidur pada anak, dan meredam aktivitas anak-anak dalam kelas agar mereka lebih dapat berkonsentrasi.
"Hugvie bisa dipeluk seperti bantal dan mengeluarkan suara yang dikirim oleh “provider” atau bisa diprogram sehingga menimbulkan ketenangan bagi yang memeluknya," tambahnya.
Dalam riset pendahuluan diduga proses ini menggugah kerja hormon Oxytocin, hormon yang menimbulkan rasa bahagia," ungkap Dr Hidenobu Sumioka dari Ishiguro Laboratory, Jepang, dalam Kongres Pendidikan Asia (ACE – Asian Conference of Education) tahunan ke 11 yang diselenggarkan oleh IAFOR (International Academic Forum) di Toshi Center, Tokyo.
Kongres ini berlangsung dari tanggal 31 Oktober hingga 3 November 2019.