Tak Dibahas Jokowi Saat Pidato, Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Bakal "Mangkrak"?
Dalam pidato politiknya, Minggu (20/10), Presiden Jokowi sama sekali tidak menyinggung soal Hak Asasi Manusia. Berikut sejumlah kasus…
Operasi Clurit yang notabene dengan Petrus ini memang signifikan, untuk tahun 1983 saja tercatat 532 orang tewas, 367 orang diantaranya tewas akibat luka tembakan. Tahun 1984 ada 107 orang tewas, di antaranya 15 orang tewas ditembak. Tahun 1985 tercatat 74 orang tewas, 28 di antaranya tewas ditembak.
Para korban petrus sendiri saat ditemukan masyarakat dalam kondisi tangan dan lehernya terikat. Kebanyakan korban juga dimasukan ke dalam karung yang ditinggal di pinggir jalan, di depan rumah, dibuang ke sungai, laut, hutan dan kebun. Pola pengambilan para korban kebanyakan diculik oleh orang tak dikenal dan dijemput aparat keamanan.
Tanjung Priok 1984
Peristiwa Tanjung Priok sudah memasuki 35 tahun tanpa ada pertanggungjawaban dan keadilan dari pemerintah untuk korban maupun keluarga korban. Meskipun sudah dibentuk Pengadilan HAM Ad Hoc pada tahun 2001, namun ternyata masih gagal menjamin pemenuhan hak-hak pemulihan bagi korban dan keluarga korban peristiwa Tanjung Priok.
Kasus Tanjung Priok berawal dari demo masyarakat di Jl Yos Sudarso, Jakarta Utara pada 1984. Saat itu terjadi penembakan oleh aparat terhadap pendemo. Ratusan orang tewas ditembak namun data dari kelurga korban sebanyak 80 orang tewas.
Pemerintah saat itu menyatakan ada islah antara korban dan pelaku sehingga korban mencabut kesaksian di persidangan. Namun keluarga korban mengatakan islah merupakan istilah pemerintah terhadap penyuapan yang dilakukan. Pemerintah tidak pernah minta maaf, memberikan penggantian dan juga merehabilitasi korban.
Kasus Talangsari 1989
Kekerasan yang terjadi dalam peristiwa Talangsari merupakan tindakan eksesif yang dilakukan sebagai kelanjutan dari kebijakan pemerintahan Soeharto. Kebijakan ini dapat dilihat dari penyerbuan yang dilakukan militer (ABRI) terhadap warga sipil. Selain itu, peristiwa ini diikuti dengan pernyataan pembenaran, penangkapan, penyiksaan, penahanan dan pengadilan terhadap korban dan masyarakat yang dianggap terkait dengan peristiwa Talangsari.
Hasil penyelidikan pro justisia Komnas HAM (2006) menyebutkan adanya dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Talangsari, berupa pembunuhan terhadap 130 orang, pengusiran penduduk secara paksa terhadap 77 orang, perampasan kemerdekaan terhadap 53 orang, penyiksaan menimbulkan korban sebanyak 46 orang, dan penganiayaan atau persekusi sekurang-kurangnya berjumlah 229 orang.
Kasus penghilangan paksa 1996 - 1998
Peristiwa Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa periode 1997-1998, terjadi pada masa pemilihan Presiden Republik Indonesia (Pilpres), untuk periode 1998-2003. Pada masa itu, terdapat dua agenda politik besar. Pertama, Pemilihan Umum (Pemilu) 1997. Kedua, Sidang Umum (SU) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada bulan Maret 1998, untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden RI, yang pada saat kasus itu terjadi, presiden RI masih dijabat oleh Soeharto. Kasus penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa, menimpa para aktivis, pemuda dan mahasiswa yang ingin menegakkan keadilan dan demokrasi di masa pemerintahan Orde Baru.
Mereka yang kritis dalam menyikapi kebijakan pemerintah dianggap sebagai kelompok yang membahayakan dan merongrong kewibawaan negara. Gagasan-gagasan dan pemikiran mereka dipandang sebagai ancaman yang dapat menghambat jalannya roda pemerintahan.
Semanggi I dan II 1998
Setelah 21 tahun, kasus pelanggaran HAM pada tragedi Semanggi I dan II belum juga diselesaikan. Tragedi Trisakti, peristiwa demonstrasi mahasiswa yang menuntut pengunduran diri Suharto, yang terjadi pada 12 Mei 1998 justru menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti.
Komnas HAM mencatat jumlah korban kekerasan oleh aparat keamanan mencapai 685 orang. Ironisnya berkas penyelidikan yang dikirimkan ke Kejaksaan Agung dinyatakan hilang pada Maret 2008 oleh Jampidsus Kemas Yahya Rahman.
Sedangkan Tragedi Semanggi I, yang terjadi pada 13 November 1998, menewaskan sekurangnya lima mahasiswa, sementara Tragedi Semanggi II, 24 September 1999, menewaskan lima orang.
Tragedi Wasior dan Wamena 2000
Peristiwa pembunuhan terhadap warga Desa Wonoboi, Wasior, Papua hingga saat ini masih meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban. Peristiwa Wasior Berdarah yang terjadi pada tahun 2001 merupakan salah satu tragedi besar yang pernah terjadi di Papua. Komnas HAM menyebut setidaknya 4 orang tewas, 39 terluka akibat penyiksaan, 5 orang dihilangkan secara paksa dan satu orang mengalami kekerasan seksual.
Tragedi Wamena berawal dari penyerangan gudang senjata oleh orang tidak dikenal yang menewaskan 2 anggota TNI pada April 2003. Aksi penyisiran yang kemudian dilakukan aparat menewaskan 9 penduduk sipil, sementara 38 luka berat. Seperti kasus sebelumnya, laporan penyelidikan Komnas HAM ditolak Kejagung dengan alasan tidak lengkap. TNI juga dituding menghalangi penyelidikan kasus tersebut.
Pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib 2004
15 tahun berlalu, kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib belum juga menemui titik terang. Sejumlah organisasi HAM seperti Kontras, Kontras dan LBH memandang sikap pemerintah Presiden Jokowi tidak lebih baik dari era Presiden SBY dan Megawati.
Di masa pemerintahan keduanya masing-masing pernah mengeluarkan Keputusan Presiden terkait pembentukan Tim Penyelidik, sedangkan Presiden Jokowi tidak ada sikap yang ditunjukkan untuk menyelesaikan kasus. Hilangnya dokumen Tim Pencari Fakta terkait kasus pembunuhan Munir harusnya ditanggapi serius.
pkp/ts (dari berbagai sumber)