RUU Ekstradisi Hong Kong 'telah mati', tapi demonstran berkeras tetap berunjuk rasa
Pemimpin Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, mengatakan bahwa RUU Ekstradisi "telah mati", tanpa secara eksplisit menyebut rancangan undang-undang

Pemimpin Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, mengatakan rancangan undang-undang (RUU) Ekstradisi yang memungkinkan ekstradisi ke China "telah mati".
Lewat konferensi pers pada hari Selasa (09/07), Lam mengatakan tugas pemerintah terkait RUU tersebut adalah "kegagalan total".
Tetapi dia tidak secara eksplisit mengatakan bahwa RUU itu benar-benar dicabut dan pengunjuk rasa bersumpah akan terus melanjutkan demonstrasi.
- Unjuk rasa Hong Kong: China sebut demonstran 'menginjak-injak hukum'
- Hong Kong: Bagaimana app bisa menggerakkan unjuk rasa besar 'tanpa pemimpin'
- Unjuk rasa di Hong Kong: Polisi usir demonstran yang menerobos masuk ke gedung parlemen
RUU itu memicu kerusuhan selama berminggu-minggu di Hong Kong dan pemerintah telah menghentikan upaya pembahasannya sampai waktu yang tidak ditentukan.
"Tetapi masih terdapat keraguan terkait ketulusan pemerintah atau kekhawatiran apakah pemerintah akan memulai kembali proses di Dewan Legislatif," kata Lam kepada para wartawan.
"Saya ulangi di sini, tidak ada rencana itu. RUU sudah mati."
Dia sebelumnya mengatakan RUU "akan mati" pada tahun 2020 ketika masa jabatan legislatif saat ini berakhir.

Para pemimpin protes menunjukkan kemarahan terkait usaha terbaru Lam untuk menenangkan mereka.
Bonnie Leung dari Civil Human Rights Front, yang mengorganisir unjuk rasa, mengatakan demontrasi lanjutan akan dilakukan sampai pemerintah Hong Kong memenuhi lima tuntutan utama.
Di antaranya adalah pencabutan sepenuhnya RUU dan mencabut tuntutan terhadap orang-orang yang ditahan dalam protes terbaru.
"Kematian RUU adalah penggambaran politis dan bukannya peristilahan legislatif," kata anggota Civic Party, Alvin Yeung kepada BBC, sambil menambahkan bahwa RUU secara teknis masih dalam proses pembahasan kedua.
- Unjuk rasa Hong Kong: Ribuan orang turun ke jalan untuk mendukung polisi dan Beijing
- Unjuk rasa Hong Kong: Tolak RUU Ekstradisi, tokoh aktivis pelajar Joshua Wong serukan pemimpin Hong Kong mengundurkan diri
- Hong Kong: RUU Ekstradisi ditangguhkan, pemimpin 'menyesal memicu kontroversi'
"Kami tidak mengetahui mengapa pimpinan menolak mengadopsi kata pencabutan," tambahnya.
Salah satu tokoh pemimpin gerakan protes, pegiat mahasiswa Joshua Wong, mengulangi desakan agar RUU "dicabut secara resmi" dan menuduh Lam bermain kata untuk "membohongi rakyat Hong Kong".
Pengecam RUU mengatakan hal ini telah meremehkan kemandirian hukum wilayah itu dan dapat digunakan untuk menyasar pihak-pihak yang menentang pemerintah China.
Hong Kong, bekas jajahan Inggris, adalah bagian dari China tetapi dijalankan berdasarkan pengaturan "satu negara, dua sistem" yang menjamin semacam kemandirian.
Wilayah Hong Kong memiliki sistem yudikatif dan hukum yang terpisah dari China.
- Unjuk rasa Hong Kong: Skala demonstrasi menentang RUU Ekstradisi dalam rangkaian foto
- Unjuk rasa Hong Kong: Apakah demonstrasi akan menghasilkan perubahan?
- Ribuan orang berunjuk rasa di Hong Kong meski RUU kontroversial sudah ditangguhkan
Unjuk rasa berlanjut setelah pemerintah menghentikan sementara usulan RUU pada pertengahan bulan Juni. Sejumlah protes terjadi dengan diwarnai kekerasan.
Pada tanggal 1 Juli para pengunjuk rasa memaksa masuk ruang utama parlemen Hong Kong setelah pengepungan selama satu jam.
Banyak demonstran juga mendesak Lam untuk mengundurkan diri.