Kamis, 2 Oktober 2025

Google Sebut UU Anti Hoax Singapura Bisa Hambat Kemajuan Inovasi

"Kami tetap khawatir bahwa UU ini akan merusak inovasi dan pertumbuhan ekosistem informasi digital," kata perwakilan Google kepada Reuters

Penulis: Fitri Wulandari
Alain Jocard/AFP/Getty Images
Google 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Usai disahkannya Rancangan Undang-Undang (UU) Anti Hoax oleh Parlemen Singapura, raksasa teknologi Google mengatakan pada Kamis kemarin, keputusan itu dapat menghambat inovasi.

UU baru itu dianggap bisa menjadi boomerang dan menurunkan kualitas inovasi yang ingin dikembangkan oleh negara tersebut di bawah rencana untuk memperluas industri teknologinya.

Baca: Minarni Soedarjanto Muncul di Google Doodle Hari Ini, Siapa Dia & Apa Saja Prestasinya bagi Bangsa?

Perlu diketahui, parlemen Singapura pada hari Rabu lalu telah meloloskan UU Perlindungan dan Kepalsuan Online, sebuah UU yang banyak menuai kritikan dari berbagai pihak.

Mulai dari kelompok-kelompok Hak Asasi Manusia (HAM), Jurnalis, serta perusahaan teknologi yang merasa khawatir bahwa UU tersebut dapat digunakan sebagai 'alat' penekan kebebasan dalam berbicara.

Dikutip dari laman Today Online, Jumat (10/5/2019), pengesahan UU itu terjadi pada saat Singapura, yang dikenal sebagai pusat keuangan dan transportasi tersebut tengah berupaya menempatkan diri sebagai pusat regional untuk inovasi digital.

Google pun menilai UU itu dapat menghambat upaya pengembangan tersebut.

"Kami tetap khawatir bahwa UU ini akan merusak inovasi dan pertumbuhan ekosistem informasi digital," kata perwakilan Google kepada Reuters.

"Bagaimana Undang-Undang diimplementasikan itu sangat penting, dan kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan pembuat kebijakan dalam proses ini."

UU ini akan mewajibkan platform media online untuk melakukan koreksi atau menghapus konten yang dianggap palsu oleh pemerintah.

Hukuman bagi pelaku pun beragam, mulai dari mendapatkan kurungan penjara hingga 10 tahun atau denda hingga 1 juta dollar Singapura.

Menanggapi kekhawatiran tersebut, Menteri Hukum Singapura mengatakan bahwa UU itu tidak akan mempengaruhi kebebasan berbicara.

Pemerintah Singapura menekankan negara tersebut saat ini rentan terhadap peredaran hoax karena posisinya sebagai pusat keuangan global, populasi etnis dan agama yang beragam serta akses internet yang luas.

Sementara itu Wakil Presiden Facebook Asia Pasifik untuk Kebijakan Publik Simon Milner mendukung keputusan Pemerintah Singapura namun tentunya dalam batasan tertentu.

"Kami tetap peduli dengan aspek-aspek UU baru yang memberikan kekuasaan luas kepada cabang eksekutif Singapura untuk memaksa kami menghapus konten yang meeka anggap salah, dan untuk mendorong pemberitahuan pemerintah kepada pengguna," kata Milner.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved