Siapa Mansa Musa, orang 'terkaya' sepanjang masa
Forbes baru-baru ini menobatkan pendiri Amazon, Jeff Bezos, sebagai orang terkaya di dunia dengan kekayaan Rp1,87 kuadriliun. Itu tidak seberapa
Perusahaan teknologi AS, SmartAsset.com, memperkirakan - berdasarkan penyusutan nilai emas - perjalanan haji Mansa Musa menyebabkan kerugian ekonomi senilai US$1,5 miliar atau sekitar Rp21,4 triliun di seantero Timur Tengah.
Dalam perjalanan pulangnya, Mansa Musa melintasi Mesir kembali, dan menurut beberapa orang, ia mencoba untuk membantu mengembalikan perekonomian Mesir dengan menarik sebagain emas dari peredaran dengan cara meminjamnya menggunakan suku bunga yang amat tinggi dari para pemberi pinjaman Mesir.
Yang lainnya mengatakan ia sangat boros sampai-sampai kehabisan emas.
Lucy Duran dari School of African and Oriental Studies di London mencatat bahwa para penghibur Mali, yang merupakan pendongeng balada sejarah, khususnya, marah terhadap Mansa Musa.
"Ia membagikan terlalu banyak emas sepanjang perjalanan hingga para penghibur tak mau memuja-mujinya lagi dalam nyanyian mereka karena mereka berpikir bahwa ia menghambur-hamburkan sumber daya alam lokal di luar kerajaan," ujarnya.
Sangat perhatian dengan dunia pendidikan
Tak ada keraguan bahwa Mansa Musa menghabiskan, atau menghamburkan, banyak sekali emas sepanjang perjalanan hajinya. Namun justru kedermawanannya itulah yang menarik perhatian dunia.
Mansa Musa membuat kerajaannya, Mali, dan dirinya sendiri diakui dunia. Pada peta Catalan Atlas yang berasal dari tahun 1375, sebuah lukisan bergambar seorang raja Afrika yang duduk di atas singgasana emas di puncak Timbuktu, sambil memegang sepotong emas di tangannya.
Timbuktu menjadi El Dorado-nya Afrika dan orang-orang datang dari negeri yang dekat dan jauh untuk melihatnya.
Pada abad ke-19, negeri tersebut masih menyimpan sebuah mitos sebagai kota emas yang hilang di ujung dunia, dan menjadi incaran para pemburu dan penjelajah Eropa, di mana hal ini sebagian besar berkat apa yang dilakukan Mansa Musa 500 tahun sebelumnya.

Mansa Musa kembali dari Mekah bersama sejumlah cendekiawan Islam, termasuk keturunan langsung Nabi Muhammad dan penulis puisi sekaligus arsitek Andalusia bernama Abu Es Haq es Saheli, yang dikenal sebagai perancang Mesjid Djinguereber yang terkenal.
Raja dikabarkan membayarnya dengan 200 kilogram emas, yang jika dikonversikan ke dalam mata uang saat ini menjadi sebesar Rp117,2 miliar.
Selain mendorong dunia seni dan arsitektur, ia juga mendanai dunia sastra dan membangun banyak sekolah, perpustakaan, dan mesjid.
Tak lama, Timbuktu berubah menjadi pusat pendidikan dan banyak orang berdatangan dari berbagai belahan dunia untuk belajar di tempat yang kini dikenal sebagai Universitas Sankore.