Perjuangan anak-anak yang harus menerjang arus demi pergi ke sekolah
Anak-anak di Mindanao harus berenang dan mengarungi hutan bakau untuk pergi ke sekolah setiap harinya.
Bayangkan jika pergi ke sekolah berarti berenang dan mengarungi air dan bakau, dan mengikat buku sekolah Anda dalam kantong plastik di atas kepala anda agar tidak basah.
Sementara itu, anda harus berjuang untuk menjaga kepala anda tetap di atas air dan berjuang melawan arus.
Untuk beberapa anak di Filipina, perjuangan ini adalah rutinitas sehari-hari - tetapi sebuah badan amal sedang berusaha untuk membantu mereka mengakses pendidikan dengan lebih mudah lewat penyediaan sejumlah perahu ke masyarakat.
- Murid-murid di kawasan kumuh Kenya belajar Bahasa Cina
- Gara-gara jadi meme populer, bocah Afrika dapat sumbangan puluhan juta
- Kisah pesunat perempuan di Afrika
The Yellow Boat of Hope Foundation awalnya dicetuskan di sosial media, namun beberapa tahun belakangan, gerakan ini telah menjadi kegiatan di seluruh negeri untuk membantu anak-anak sekolah yang membutuhkan.
Masyarakat pertama yang dilayani badan amal itu adalah komunitas nelayan dan petani rumput laut yang tinggal di rumah panggung di laut lepas pantai Kota Zamboanga, sebuah wilayah miskin di Mindanao.

Anak-anak itu harus mengarungi air sejauh satu kilometer hanya untuk sampai ke sekolah. Jika ombaknya tinggi, mereka terpaksa harus berenang.
"Hal ini berbahaya dan tidak aman, bahkan jika mereka adalah perenang yang baik," kata pendiri yayasan itu, Jay Jaboneta. Banyak dari anak-anak itu yang tidak bisa berenang dengan baik.
Namun, karena semua perahu masyarakat digunakan untuk mencari ikan, anak-anak itu tidak mempunyai pilihan lain.
Anak-anak harus menaruh buku dan seragam mereka di dalam kantong plastik agar tetap kering saat mereka menempuh perjuangan panjang dan sulit untuk pergi ke sekolah.
"Saya tidak tahu tentang situasi ini - ketika saya tahu, saya sangat terkejut dan mengunggahnya di Facebook," kata Jaboneta, yang tumbuh besar di dekat wilayah itu.
Teman-teman Jaboneta kemudian merespons hal ini dan beberapa menjanjikan bantuan uang untuk mengubah situasi ini.
Saat ini, yayasan ini aktif di seluruh Filipina, dengan kegiatan utama mendanai pengadaan kapal untuk sekolah. Kapal-kapal itu semuanya dicat dengan warna kuning cerah seperti warna bus sekolah di negara itu.
Sebuah perahu kecil berharga sekitar $ 200 (Rp 2,8 juta) dan dapat memuat sekitar enam hingga delapan anak, yang harus mendayung kapal sendiri.
Perahu yang lebih besar, beberapa di antaranya bahkan memiliki mesin, didayung oleh siswa yang lebih dewasa, orang tua atau guru.
Kapal, asrama, ruang kelas bergerak