Pendukung timnas Senegal di Indonesia: Dari bisnis batik hingga diteriaki 'orang hitam'
Meskipun jauh dari rumah, komunitas Senegal di Indonesia punya cara untuk merayakan kehadiran negara mereka di Piala Dunia.
Puluhan pria Senegal melompat kegirangan saat M'Baye Niang memasukkan bola ke gawang Polandia, membuat kedudukan 2-0 di menit ke-60 pada pertandingan penyisihan Grup H Piala Dunia 2018, 19 Juni 2018.
Sebagian dari mereka menonton pertandingan dengan mengenakan kostum utama tim nasional Senegal, berwarna putih dengan garis hijau di bahu. Ada yang mengenakan gamis panjang, lengkap dengan peci.
- Kostum 32 negara peserta Piala Dunia 2018: Mulai klasik, warna-warni hingga sederhana
- Piala Dunia 2018: Jepang main cepat, bagaimana Kolombia siapkan strategi?
- 'Kegilaan' dan keunikan suporter Piala Dunia 2018 di Rusia dalam Galeri Foto
Sambil menonton, mereka minum ataya, teh khas Senegal yang dibuat dengan cara menuangkan airnya dari ketinggian tertentu secara berkali-kali hingga muncul busa di gelas teh mini.
Teriakan kegembiraan terdengar dalam Prancis, bercampur bahasa wolof dan mandinka—dua bahasa daerah di Senegal—ketika akhirnya pertandingan dimenangkan oleh Senegal dengan skor 2-1. Mereka semua berpelukan dan bersalaman satu sama lain.
Keriaan ini terjadi bukan di Senegal, tapi di kantor sebuah perusahaan Senegal di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat.
"Komunitas Senegal di Indonesia yang ada di Jakarta sekitar 40 orang, hampir semuanya pebisnis," kata Sulaimane Badjie, Ketua Komunitas Senegal di Indonesia saat ditemui BBC Indonesia.
Kantor pria berusia 52 tahun ini menjadi salah satu tempat mereka berkumpul seusai kerja untuk makan bersama atau menonton bola, terutama saat Piala Dunia berlangsung.
Sulaimane yang sangat lancar berbahasa Indonesia dengan sedikit logat Betawi, menjelaskan bahwa acara menonton bola bersama menjadi sedikit pengobat rindu terhadap suasana di Senegal pada saat Piala Dunia. Euforia bisa dirasakan di seluruh kota, bahkan seluruh negara.
Piala Dunia di Rusia adalah kali kedua Senegal berlaga di Piala Dunia, setelah kemunculan mereka di Piala Dunia 2002. Saat itu Senegal lolos hingga ke babak perdelapan final, sampai dikalahkan oleh Turki.
Salah satu pemain Senegal di Piala Dunia 2002 itu, Aliou Cisse, kini menjadi pelatih tim berjuluk "Singa Teranga" ini. Aliou adalah satu-satunya pelatih berkulit hitam di Piala Dunia 2018.
"Di Senegal pasti ramai, semua berkumpul di ruangan besar. Kalau gol semua keluar, berlarian. Setelah menang, semua keluar di jalanan, berjalan kaki, atau naik kendaraan dan merayakan di jalan," kata Sulaimane, mengenang perayaan setiap kemenangan Senegal di Piala Dunia sebelumnya.
Piala Dunia bukan hanya semata-mata pertandingan sepak bola bagi warga Senegal yang tinggal di Indonesia. Piala Dunia adalah kebanggaan, dan kerinduan akan rumah.
"Kalau ada keinginan yang bisa dijadikan kenyataan, itu adalah pulang ke Senegal sekarang," kata Muhammad Bathily (37 tahun), salah satu warga Senegal yang membuka kantornya di sebelah kantor Sulaimane.
Berawal dari bisnis
Sulaimane sudah tinggal di Indonesia selama 15 tahun, dan Muhammad 13 tahun. Mereka datang untuk bisnis, menjual produk dari Indonesia ke negara-negara di Afrika.