Selasa, 7 Oktober 2025

Mau Lihat Pusat Perdagangan Belanda di Jepang, Malah Ketemu Pistol Revolver Kuno di Dejima Nagasaki

Revolver abad ke-19 itu dipamerkan bersama alat lainnya seperti radio yang sangat kuno

Editor: Johnson Simanjuntak
Richard Susilo
Pistol revolver abad ke-19 buatan orang Perancis Casimir Lefaucheux beserta 12 butir pelurunya yang telah diamankan mesiunya. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pusat perdagangan orang Belanda pada bulau buatan sendiri di Dejima Nagasaki satu obyek turis menarik. Tapi ketiga keliling obyek ini Tribunnews.com malah menemukan pistol Revolver punya orang Perancis Casimir Lefaucheux dipamerkan pula beserta 12 butir pelurunya yang telah dikosongkan mesiunya.

"Iya itu sebagai bukti dalam perdagangan waktu lampau terjadi pula transportasi senjata seperti pistol untuk menjaga diri dari perampokan dan sebagainya yang masih rawan saat itu," ungkap Takahashi seorang penjaga di lokasi pameran Dejima kepada Tribunnews.com kemarin (12/3/2018).

Revolver abad ke-19 itu dipamerkan bersama alat lainnya seperti radio yang sangat kuno, alat timbangan sangat sederhana, pengukur arah tujuan kapal yang juga masih sederhana dan berbagai alat lainnya.

Dejima adalah pulau buatan di kota Nagasaki, Jepang yang dijadikan pos perdagangan Belanda sebagai bagian dari politik isolasi (sakoku) yang dijalankan Keshogunan Edo. Dejima menjadi pusat perdagangan dengan Belanda dari tahun 1641 sampai 1859.

Sejarah

Mulai dibangun pada tahun 1634, pembangunan (pulau) Dejima memakan waktu 2 tahun. Keshogunan memerintahkan kota Nagasaki membangun Dejima untuk kamp orang Portugis. Biaya pembangunan dari kas pemerintah kota Nagasaki, dan modal diharapkan kembali dari uang sewa tahunan yang dibayar orang Portugis (kemudian orang Belanda) yang tinggal di sana.

Setelah Jepang mengusir orang Portugis (1639), kantor perdagangan VOC pindah dari Hirado ke Dejima pada tahun 1641. Sejak itu pula, kontak Jepang dengan orang Belanda dilakukan di Dejima selama sekitar dua abad.

Pada prinsipnya, orang Jepang dan orang Belanda dilarang keluar masuk Dejima kecuali untuk urusan resmi. Walaupun demikian, dokter berkebangsaan Jerman yang masuk ke Jepang sebagai orang Belanda, Philipp Franz von Siebold bebas keluar masuk Pulau Dejima yang sempit.

Selain itu pelacur Jepang juga bebas ke luar masuk pulau Dejima tersebut. Bahkan ada yang kawin dengan orang Belanda dan punya anak di sana dalam catatan sejarah pulau tersebut.

Setelah Perjanjian Persahabatan Jepang-Belanda (1855) ditandatangani, orang Belanda bebas keluar masuk kota Nagasaki. Sejak itu pula Dejima kehilangan perannya sebagai pos perdagangan Belanda. Pada tahun 1859, pos perdagangan Belanda di Dejima ditutup.

Arti strategis

Pada masa politik isolasi, Dejima merupakan satu-satunya tempat orang Jepang berhubungan dengan orang Eropa. Kebudayaan serta flora dan fauna Jepang dikenal di Eropa berkat tulisan Engelbert Kaempfer, Carl Peter Thunberg, dan Phillip von Siebold yang pernah bertugas di Dejima.

Shogun Tokugawa Yoshimune menganjurkan orang Jepang untuk belajar ilmu terapan, sehingga orang Jepang mulai dibolehkan membaca buku-buku dari Barat. Buku-buku yang diterima dari Belanda di Dejima dijadikan satu-satunya sumber untuk belajar ilmu kedokteran dan astronomi. Pada waktu itu, ilmu dari Barat dikenal di Jepang sebagai rangaku (ilmu belanda).

Pada saat ini laut mengelilingi Dejima direklamasi pada tahun 1940 sewaktu renovasi pelabuhan Nagasaki, sehingga Dejima sudah menjadi satu dengan kota Nagasaki. Di wilayah sekitar Dejima dipasang marka pembatas, agar wisatawan masih bisa merasakan Dejima sebagai sebuah pulau.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved