Di Depan Paus Fransiskus, Jendral Pembantaian Rohingya Ini Klaim Tidak Ada Diskriminasi di Myanmar
Dalam dialog berdurasi 15 menit, Sri Paus dan Hlaing dikatakan sempat membicarakan tentang transisi Myanmar dari pemerintahan militer.
TRIBUNNEWS.COM, RAKHINE - Bertemu Paus Fransiskus, Panglima Militer Myanmar mengaku tidak ada diskriminasi terhadap umat beragama di Myanmar.
Paus Fransiskus tiba di Myanmar, Senin (26/11/2017), dan memulai hari pertama tur Asia Tenggaranya yang akan berlangsung selama enam hari.
Membuka kunjungan empat harinya di Myanmar, Paus Fransiskus bertemu dengan Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar Min Aung Hlaing, di Gereja St Mary, Yangon.
Dalam dialog berdurasi 15 menit, Sri Paus dan Hlaing dikatakan sempat membicarakan tentang transisi Myanmar dari pemerintahan militer.
"Mereka membicarakan soal tanggung jawab luar biasa otoritas negara ini dalam masa transisi pemerintahan," kata juru bicara Vatikan, Greg Burke.
Melalui sebuah pernyataan di laman Facabook Min Aung Hlaing, sang jenderal disebut pula membicarakan soal isu kebebasan beragama di Myanmar.
"Tidak ada diskriminasi terhadap umat beragama di Myanmar dan ada kebebasan untuk memeluk agama," demikian kata Hlaing pada Paus Fransiskus.
Keduanya juga dikatakan sempat bertukar hadiah dan Sri Paus memberikan Hlaing sebuah medali penghargaan atas kunjungannya ke Myanmar.
Baca: Waspadai Cuaca Ekstrem, Kota Jakarta Terdampak Siklon Tropis Cempaka
Sedangkan, Hlaing memberikan Paus Fransiskus sebuah harpa berbentuk seperti sebuah kapal dan sebuah mangkuk nasi berhiaskan ornamen.
Sedangkan, menjelang kedatangan Paus Fransiskus ke Myanmar, sejumlah penasihat dari Vatikan sudah memperingatkan Sri Paus agar lebih berhati-hati menggunakan istilah "Rohingya" dalam kunjungannya.
Dikhawatirkan penggunaan istilah itu nantinya dapat memicu insiden diplomatik yang malah membuat pemerintah dan militer Myanmar menargetkan umat Nasrani yang termasuk menjadi komunitas minoritas di Myanmar.
Menurut Burke, Paus Fransiskus sudah dijelaskan secara langsung soal risiko itu, namun semua itu tetap tergantung sang paus.
"Kita akan cari tahu saja nanti dari kunjungan tersebut. Lagipula, itu bukanlah sebuah kata yang diharamkan," ucap Burke.
Aksi kekerasan terhadap warga Rohingya di Rakhine, menuai kecaman dan kritik dari berbagai pihak.