Orang Rimba: Sudah pindah agama masih belum juga dapat KTP
Dirjen Dukcapil mengatakan, "Kalau (tinggal di) hutan, kami tidak bisa memberikan KTP. Karena hutan bukan desa atau tempat tinggal. Prinsipnya,
Mereka mengaku membawa bekal uang sebesar sekitar Rp3 juta, hasil iuran Orang Rimba hasil penjualan hewan buruan, antara lain babi.
Yusuf menyatakan kelompoknya tidak ingin pulang dengan tangan kosong. Apalagi, kata dia, mereka telah menempuh perjalanan panjang pertama, sekitar empat hari jalur darat dan penyebrangan laut, menuju Jakarta.
"Kami berjanji pada masyarakat di desa kami, sebelum mendapatkan SK Desa atau SK tanah dan mendapatkan keterangan soal KTP dan KK, kami tidak akan pulang. Harus dapat itu, baru pulang," kata Yusuf.
Namun tampaknya mereka akan kecewa.
Dalam kesempatan terpisah, Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh mengaku belum mendapatkan laporan perihal persoalan kependudukan Orang Rimba ini. Namun, ia menegaskan pemerintah tak akan memberikan KTP dan KK kepada orang yang tinggal di hutan.
"Saya cek dulu datanya. Mereka tinggal di mana, kawasan hutan atau bukan," katanya.
"Kalau hutan, kami tidak bisa memberikan KTP. Karena hutan bukan desa atau tempat tinggal. Harus ada kawasan (pemukiman)nya. Prinsipnya, alamat tidak boleh di tanah yang bukan peruntukannya."
Pindah Agama
Pada 7 November 2017 lalu, Mahkamah Konstitusi memutuskan penghayat kepercayaan bisa mencantumkan kepercayaan mereka pada kolom agama KTP dan KK. Sebelum itu, sebetulnya penganut kepercayaan di luar enam agama besar, bisa mengosongkan kolom agama.
Tapi kebijakan ini tak dilaksanakan merata. Di berbagai daerah, penghayat kepercayaan mengalami kesulitan mendapatkan akta perkawinan, akta kelahiran, dan dokumen-dokumen lainnya.
Para pegiat kini berjuang agar parlemen mengubah Undang-Undang Administrasi Kependudukan tahun 2013.

Beberapa bulan lalu Yusuf dan sejumlah orang sukunya memutuskan meninggfalkan kepercayaan adat, dan pindah memeluk Islam agar bisa memperoleh hak-hak kewarganegaraan. BEberapa orang lain pindah ke Katolik atau Kristen.
Saat pindah agama, mereka dijemput menggunakan bus menuju ke Kota Jambi dan diberikan baju, sajadah, dan kerudung bagi kaum perempuan. Front Pembela Islam atau FPI terlipat dalam i proses tersebut.
"Keputusannya saat itu sangat berat dan sulit, namun kami merasa tidak punya pilihan jika kami ingin maju," katanya kepada BBC yang mengunjungi desanya beberapa waktu lalu.
"Ini kami lakukan agar anak-anak kami punya kesempatan yang sama seperti orang luar, orang terang. Kami tidak punya pilihan lain, tiada jalan lagi, kami semua harus berpindah ke Islam."