Rabu, 1 Oktober 2025

Orang Rimba: Sudah pindah agama masih belum juga dapat KTP

Dirjen Dukcapil mengatakan, "Kalau (tinggal di) hutan, kami tidak bisa memberikan KTP. Karena hutan bukan desa atau tempat tinggal. Prinsipnya,

Muhammad Yusuf atau dulu dikenal dengan nama Yuguk, terbang begitu jauh dari sebuah hutan di Jambi, untuk mengadukan nasib ke Komnas HAM, karena tak mendapat hak dasar sebagai warga negara Indonesia: KTP; namun Dirjen Dukcapil mengatakan mereka tak bisa memberikan.

Yusuf adalah satu dari beberapa orang Orang Rimba yang akhirnya masuk Islam, demi mendapatkan KTP dan hak-hak yang menyertainya. Sebagai kepala desa adat Orang Rimba di Bukit Duabelas, ia menyebut prosedur dan birokrasi kependudukan membuat para anggota sukunya tidak kunjung mendapat KTP dan artu keluarga (KK).

"Kami pernah ajukan hal ini ke pemerintah, tapi mereka bilang kami tidak punya legalitas kependudukan dan kami disebut pendatang," ujar Yusuf kepada Abraham utama dari BBC Indonesia.

Yusuf berkata, ketiadaan dokumen kependudukan menyulitkan Orang Rimba memperoleh fasilitas hidup dasar. Ia mengatakan, rumah sakit bahkan kadang bingung menangani jenazah warganya.

"Pernah ada satu jenazah warga kami yang selama enam hari di Rumah Sakit Umum Jambi sampai berbau busuk. Tidak ada yang mengantar jenazah itu ke kediamannya karena tidak punya KTP, alamatnya tidak diketahui," kata Yusuf.

Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga menolak permintaan wawancara yang diajukan BBC Indonesia terkait pertemuannya dengan perwakilan Orang Rimba.

Sandra beralasan, para komisioner lembaganya baru saja dilantik dan membutuhkan waktu untuk mempelajari aduan Orang Rimba. Komnas HAM, kata dia, memiliki ribuan persoalan lain yang juga perlu diurus.

Zulkarnaen, seorang pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang pendamping Orang Rimba, menilai kelompok masyarakat adat itu susah mendapatkan KTP karena tidak tercatat sebagai penduduk desa manapun. Sejumlah pemerintahan desa di sekitar Bukit Duabelas, kata dia, enggan mengakui keberadaan Orang Rimba.

"Satu-satunya jalan keluar persoalan ini, pemerintah daerah harus menunjuk satu desa sebagai induk Orang Rimba atau membentuk desa baru," ujarnya.

"Suku Anak Dalam ini merujuk ke mana, desa baru tidak dibentuk, induknya juga tidak ditunjuk. Kalau mau bentuk baru, bentuklah, kalau penunjukkan, desa yang mana? Harus ada ketegasan dari pemda," kata Zulkarnaen.

Pada 20 Februari 2016, klaim Zulkarnaen, Orang Rimba pernah mengirim proposal pembentukan desa ke Pemkab Batanghari, Gubernur Jambi, dan Menteri LIngkungan Hidup. Namun ia menyebut proposal itu tak mendapatkan tanggapan sampai saat ini.

Zulkarnaen mengatakan, Orang Rimba di Batanghari terdiri dari sekitar 210 kepala keluarga atau tak kurang dari seribu jiwa. Tidak memegang KTP, kata Zulkarnaen, Orang Rimba di daerah itu juga tak terdaftar sebagai peserta asuransi BPJS.

Setelah bertemu pimpinan Komnas HAM, sebelas Orang Rimba ini berniat mendatangi kantor Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil di kawasan Kalibata.

Pulang dengan tangan kosong?

Perwakilan Orang Rimba tiba di Jakarta Sabtu lalu. Mereka menyewa satu mobil bak terbuka untuk menuju Jakarta.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved