Erupsi Gunung Agung
Profesor Australia Prediksi Gunung Agung Meletus Pekan Ini, Berikut Alasannya
Tapi dua minggu yang lalu, garis merah itu melonjak tajam, yang menurut para ahli merupakan tanda sebuah letusan akan segera terjadi.
TRIBUNNEWS.COM AUSTRALIA - Jika para pakar gunung berapi mengatakan, Gunung Agung di Bali "sangat mungkin" meletus dalam hitungan jam atau hari, itu karena getaran tremor yang terekam seismograf menunjukkan peningkatan tajam dalam beberapa hari belakangan.
Stasiun pemantau secara rutin mengumpulkan data tentang getaran tremor di dalam gunung, dengan garis merah runcing mencatat naik turunnya kondisi Gunung Agung dari hari ke hari.
Tapi dua minggu yang lalu, garis merah itu melonjak tajam, yang menurut para ahli merupakan tanda sebuah letusan akan segera terjadi.
Profesor Emeritus Richard Arculus dari Universitas Nasional Australia (ANU), mengatakan, ada kemungkinan gunung berapi itu meletus pada akhir minggu ini.
"Sekitar 70 sampai 80 persen dalam beberapa hari, mungkin 90 persen dalam beberapa minggu sampai berbulan-bulan, tapi saya meninggalkan 10 persen jika tidak terjadi - jadi kemungkinannya ada, tapi apakah itu berlanjut ke letusan atau tidak masih belum pasti," jelasnya.
Baca: Beredar Video Gunung Agung Meletus Dahsyat, Ternyata Ini Fakta Sebenarnya!
Tapi ia mengatakan bahwa tipe sejenis dari krisis seismik telah diketahui terjadi di masa lalu.
"Kuncinya di sini adalah bahwa jumlah gempa bumi meningkat dan tingkat gempa yang terjadi di kerak bumi terus menerus dangkal sehingga cukup memprihatinkan dan berarti lebih mungkin meletus daripada tidak," terangnya.
Sekitar 35.000 orang telah meninggalkan zona eksklusi 12 kilometer di Bali, di mana ratusan getaran telah dirasakan dalam dua hari terakhir.
Bagan di bawah ini juga menunjukkan jumlah getaran tremor - bercak hitam besar menggambarkan di mana kondisinya berada sekarang.
Terakhir kali Gunung Agung meletus adalah pada tahun 1963 ketika lebih dari 1.000 orang tewas dan suhu global turun sedikit demi sedikit.
Profesor Arculus mengatakan bahwa kemajuan teknologi diharapkan bisa mencegah kematian tersebut.
"Kemampuan kita untuk memprediksi letusan telah meningkat drastis sejak peristiwa terakhir ini, jadi kita bisa berharap jumlah korban tewas seperti itu tidak akan terjadi lagi," ujar Prof Archus.
Ia mengatakan para ilmuwan mengamati jumlah tremor untuk menentukan kapan letusan tersebut bisa terjadi.
Alat ‘tiltmeters’ juga digunakan untuk menentukan apakah gunung berapi itu bersiap-siap meletus dan sifat gas-nya juga membantu para ahli untuk menentukan seberapa cepat letusannya.