Jumat, 3 Oktober 2025

Kisah Sedih Seorang Perempuan yang Diperkosa di Hari Pernikahannya

Ini adalah yang peristiwa pertama dari dua tragedi untuk menimpa sang pendeta muda dari Nairobi itu.

Editor: Hasanudin Aco
ISTIMEWA
ILUSTRASI 

Tetangga saya langsung datang, tapi butuh waktu lama untuk saya merangkak ke pintu depan agar ia bisa masuk saat aku pingsan. Saya melihat sekelompok orang datang, menjerit. Dan saya ambruk tak sadarkan diri lagi.

Saya terbangun di rumah sakit dan bertanya dimana suami saya berada. Mereka bilang mereka sedang merawatnya di kamar sebelah. Saya berkata: "Saya adalah seorang pendeta, saya telah melihat cukup banyak dalam hidup saya, saya ingin Anda terus terang kepada saya." Dokter menatap saya dan berkata, "Maaf, suamimu tidak tertolong."

Saya tidak bisa mempercayainya.

Kembali ke gereja untuk pemakaman adalah hal yang sangat mengerikan. Baru sebulan yang lalu saya ke sana dengan gaun putih, bersama Harry berdiri di depan dan terlihat tampan dengan jasnya. Kini, saya mengenakan pakaian serba hitam dan melihat suami saya dimasukkan ke dalam peti mati.

Orang-orang mengira saya telah dikutuk dan mereka menjauhkan anak-anaknya dari saya. "Ada pengaruh buruk yang dalam dirinya," kata mereka. Pada satu titik, saya benar-benar mempercayainya.

Sedangkan yang lainnya menuduh saya telah membunuh suami saya. Itu membuat saya sangat sedih karena saya sedang berduka.

Hasil autopsi menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi. Suami saya meninggal akibat keracunan karena karbonmonoksida yang memenuhi paru-parunya, ia tercekik dan tersedak.

Saya hancur berkeping-keping. Saya merasa dikecewakan oleh Tuhan, saya merasa dikecewakan semua orang. Saya tidak percaya bahwa orang bisa tertawa, pergi keluar dan hanya menjalani hidup. Saya terpuruk.

Suatu hari saya sedang duduk di balkon melihat burung-burung berkicau dan saya berkata: "Tuhan, bagaimana kau bisa merawat burung-burung ini tapi saya tidak?"

Pada saat itu saya ingat ada 24 jam dalam sehari - duduk dalam keadaan depresi dengan gorden tertutup. Tanpa terasa sudah seminggu, sebulan, setahun terbuang sia-sia. Itu adalah kenyataan yang sulit.

Saya mengatakan kepada semua orang bahwa saya tidak akan pernah menikah lagi. Tuhan mengambil suami saya, dan rasa kehilangan itu terlalu banyak. Itu adalah sesuatu yang tidak saya inginkan pada siapa pun. Rasa sakitnya luar biasa.

Tapi ada satu orang - Tonny Gobanga - yang terus berkunjung. Ia mendorong saya untuk berbicara tentang suami saya dan memikirkan masa-masa indah. Suatu saat ia tidak menelepon selama tiga hari dan saya sangat marah. Saat itulah saya tersadar bahwa saya telah jatuh cinta padanya.

Tonny ingin meminang saya, tapi saya menyuruhnya untuk membeli majalah, membaca kisah saya dan memberitahu saya apakah ia masih mencintai saya. Ia kembali dan mengatakan bahwa ia masih ingin menikahi saya.

Tapi saya mengatakan kepadanya: "Dengar, ada hal lain - saya tidak bisa punya anak, jadi saya tidak bisa menikah denganmu."

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved