Sabtu, 4 Oktober 2025

Cerita Penasihat Obama Saat Dijual Oleh Keluarga Asal Indonesia Hingga ke AS

Ima tidak menyadari bahwa saat itu dirinya sudah dijual ke pembeli yang membutuhkan tenaga kerja.

Editor: Hendra Gunawan
KOMPAS.com/SRI LESTARI
Ima Matul Maisaroh(kiri) dan Shandra Woworuntu (kanan) saat seminar di Denpasar Bali, Sabtu (29/10/2016) 

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR -- Ima Matul Maisaroh, perempuan asal Malang, Jawa Timur, menjadi salah satu anggota Dewan Penasihat Presiden Barack Obama pada permasalahan perdagangan manusia. Jauh sebelum ditunjuk sebagai anggota Dewan Penasihat itu, Ima menjalani kisah sedih yang traumatis saat menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Negeri Paman Sam tersebut.

Kisah sedih itu Ima ceritakan saat menghadiri seminar bertema "Perjuangan Perempuan Melawan Perdagangan Manusia" di Denpasar, Bali pada Sabtu (29/10/2016) kemarin.

"Kasus saya bukan karena saya miskin. Saya awalnya merasa malu dalam keluarga, dalam komunitas saya. Saya dipaksa kawin saat masih umur 16 tahun. Saya nekat untuk mendaftar bekerja ke Hongkong," kata Ima Matul Maisaroh.

Ima mengaku, saat itu dia tidak punya pengalaman kerja. Karena itu, ia harus mengikuti pelatihan di sebuah tempat penampungan calon TKW.

Saat menjalani pelatihan di sebuah keluarga di Malang tersebut, ia ditawarkan untuk pergi ke Amerika Serikat (AS) guna mengikuti saudara si pemberi pelatihan. Itu terjadi pada 1997.

"Keluarga yang di Malang itu kan punya keluarga di Amerika Serikat. Pada saat itu dia membutuhkan asisten rumah tangga atau nanny karena mau melahirkan. Jadi saya ditawarin, ya mau sajalah. Siapa yang tidak mau ke Amerika meskipun saya nggak pernah ke sana?" ujar Ima.

Ima sempat dijelaskan pilihan negara yang akan dituju, yaitu Amerika atau Hongkong.

Ia berpikir, jika kerja di Amerika, yang ditawarkan keluarga di Malang tersebut, ia akan bekerja dengan orang Indonesia. Jadi, ia tidak harus belajar bahasa Inggris terlebih dulu. Biaya semua ditanggung.

Namun jika ke Hongkong, ia minimal harus mengerti bahasa mandarin serta gaji akan dipotong untuk agen.

Akhirnya, Ima menyetujui tawaran ke Amerika.

"Saya dijanjiin, gaji saya 150 dollar AS per bulan. (Jumlah) itu (pada) jaman saya dulu banyak sekali. Akhirnya semua diurusin, tiket, visa, paspor, dan semuanya. Setelah saya tiba di Amerika, saya dijemput keluarga tersebut, paspor saya diambil, saya dibawa ke rumahnya, latihan kerja cara-cara di Amerika," kata dia.

Seminggu kemudian, Ima ternyata diserahkan ke keluarga lain. Itulah yang kemudian dinilai sebagai transaksi perdagangan manusia. Ima tidak menyadari bahwa saat itu dirinya sudah dijual ke pembeli yang membutuhkan tenaga kerja.

"Pertama-pertamanya sih biasa-biasa saja sebagai asisten rumah tangga. Tapi lama kemudian pekerjaan mulai banyak. Saya bekerja dari pagi sampai malam, gaji juga nggak dikasih, majikan sering ngomelin, sering dipukulin, sampai parah sekali," kenangnya.

Ima bekerja dalam situasi tersebut selama tiga tahun. Kalau di negara lain seperti Hongkong atau Singapura, asisten rumah tangga mendapat satu hari libur per minggu, tetapi Ima mengaku ia tidak pernah mendapatkan hal tersebut. Ia pun sulit untuk melarikan diri.
Ia mengaku tak memiliki kebebasan sedikit pun.

"Saya bertahan selama tiga tahun. Kalau mau lari, mau lari kemana? Ini negara asing, uang juga nggak punya. Jadi saya terpaksa tinggal bersama keluarga itu meskipun saya diperlakukan jahat sekali," tegasnya.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved