Sabtu, 4 Oktober 2025

Otoritas Australia Dituduh Suap Penyelundup Imigran

Disebutkan pula bahwa pejabat Australia itu sempat memukuli para imigran ketika diperintahkan untuk kembali ke Indonesia.

Penulis: Ruth Vania C
Editor: Hasanudin Aco
Sydney Morning Herald/Amnesty International
Jasmine, satu dari dua kapal yang menurut pengakuan imigran dialihkan perjalanannya oleh petugas perbatasan Australia. 

TRIBUNNEWS.COM, CANBERRA - Otoritas Australia dituduh telah melakukan tindak suap kepada pelaku penyelundupan manusia, yang berupaya menyelundupkan imigran ke Australia.

Dikutip dari Washington Post, Amnesty International pada Kamis (29/10/2015) menuduh petugas perbatasan negara itu telah memberikan sejumlah uang pada dalang penyelundupan imigran ke Australia.

Dikatakan hal itu dilakukan agar para pelaku penyelundupan menghentikan upaya mereka menyelundupkan imigran ke Australia dan memulangkan kapal-kapal imigran itu ke Indonesia.

Menurut klaim yang diajukan Amnesty, pejabat otoritas Australia pada Mei 2015 lalu pernah membayar pada pelaku penyelundupan sebesar Rp 437 juta agar mereka membawa kapal berisi 65 imigran yang akan dibawa ke Selandia Baru kembali ke Indonesia.

Hal itu dikatakan merupakan tindakan kriminal transnasional karena dianggap mendanai secara ilegal operasi penyelundupan manusia.

Selain itu, Amnesty juga menuduh Australia telah membahayakan nyawa 65 imigran tersebut dengan memaksa mereka mengendarai kapal yang sudah penuh kapasitas penumpangnya dan tak cukup bahan bakarnya untuk kembali ke Indonesia.

Disebutkan pula bahwa pejabat Australia itu sempat memukuli para imigran ketika diperintahkan untuk kembali ke Indonesia.

Dikatakan TIME, klaim itu dibuat berdasarkan investigasi yang dilakukan melalui wawancara dengan sejumlah imigran dan kepolisian Indonesia, yang juga didukung oleh bukti dokumentasi video dan foto.

Sejak pemerintahan mantan PM Australia Tony Abbott, Australia memang memberlakukan kebijakan melarang kapal-kapal imigran memasuki atau berlabuh di Australia. Semuanya dialihkan ke Papua atau kepulauan Nauru. (TIME/Washington Post)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved