Banjir Jakarta
Mahasiswi Australia Ini Heran, Banjir di Negaranya Bikin Panik, di Jakarta Warganya Malah Tenang
Jakarta memang terkenal dengan banjirnya. Kota menjadi kacau dengan macet yang parah di musim hujan, setiap tahunnya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika banjir melanda rumah-rumah di Australia, maka akan terjadi kepanikan yang luar biasa untuk bisa menyelamatkan barang-barang.
Tetapi seorang mahasiswi Australia yang sedang magang di Jakarta, Marlene Milllot melihat sejumlah warga Jakarta malah lebih tenang saat menghadapi banjir. Berikut tulisannya yang menceritakan pengalaman pribadinya menghadapi banjir Jakarta.
"Apakah ada banjir disini?" ini adalah salah satu pertanyaan pertama saya saat mencari tempat tinggal di Jakarta, sekitar lima minggu lalu.
“Paling cuma banjir besar." Itulah jawaban yang saya dapatkan sebelum akhirnya memutuskan untuk kos di salah satu tempat. Saya pun merasa tenang karena kamar saya berada di tingkat dua.
Jakarta memang terkenal dengan banjirnya. Kota menjadi kacau dengan macet yang parah di musim hujan, setiap tahunnya.
Jaringan saluran air dibawah tekanan penduduk yang padat di kota yang dialiri 13 sungai ini, seringkali menyebabkan banjir parah. Hampir 40 persen penduduk kota Jakarta juga tinggal di bawah permukaan laut.
Awalnya saya merasa cukup beruntung. Selama lima minggu, dari rencana enam minggu tinggal di Jakarta, saya tidak mengalami banjir.
Tapi Minggu malam pada tanggal 8 Februari, hujan tidak berhenti turun. Keesokan harinya, saya dan teman satu kos yang juga berasal dari Australia, bangun dan mendapati air di jalanan depan rumah kami sudah setinggi lutut.
Permukaan air terus meningkat. Bahkan di tengah hari, air sudah mencapai pinggang. Warnanya kecokelatan dengan membawa sampah-sampah, tikus dan kecoa.
Rumah yang kami tempati cukup tinggi dari jalanan. Jadi meskipun permukaan air naik, kami tahu kalau kami aman-aman saja.
Tapi, kami merasa kasihan dengan beberapa tetangga. Beberapa rumah dan toko tergenang air dan tidak ada yang bisa dilakukan, kecuali menunggu hujan reda dan permukaan air surut.
Saya tidak bisa pergi kerja hari itu dan tidak nyaman juga untuk bekerja dari rumah, kemudian kami menemukan perahu karet milik pemilik rumah.
Kami pun langsung memompanya, dan saya bersama Josh, teman satu kos langsung ke luar rumah, dilengkapi dengan dayung dan jas hujan.
Di awal saat menempati rumah tersebut, kami pernah bercanda dan taruhan kalau berani loncat ke sungai kotor yang selalu kami lewati setiap harinya.
Tapi kini sungai tersebut sudah tidak ada lagi karena terendam banjir tetapi kami rela mengarunginya.