Jumat, 3 Oktober 2025

Sebelum Kematiannya Mohammed Bermimpi Drone Amerika

"Mesin itu mengubah tempat yang kami tinggali seperti neraka dan horor, siang dan malam. Sampai terbawa dalam mimpi," ujar Mohammed Tauiman.

Penulis: Y Gustaman
The Guardian
Mohammed Saleh Tauiman berusia 13 tahun, mengikuti jejak ayah dan saudaranya tewas karena serangan drone Amerika Serikat. 

TRIBUNNEWS.COM, YAMAN - Mimpi buruk itu terus membayang-bayangi anak-anak. Siang malam, mereka terjaga diliputi ketakutan, waspada atas sebuah mesin terbang di atas rumah mereka yang sewaktu-waktu merenggut nyawanya tanpa kenal bulu, tanpa melihat status.

"Sebagian dari mereka mengalami gangguan mental. Mesin itu mengubah tempat yang kami tinggali seperti neraka dan horor, siang dan malam. Sampai terbawa dalam mimpi," ujar Mohammed Saleh Tauiman asal desa al-Zur, Marib, Yaman.

Bocah 13 tahun itu kehilangan ayah dan saudaranya karena serangan mesin terbang tanpa awak, drone, milik Amerika Serikat. Dua minggu lalu, ia menyusul mereka dengan cara yang sama.

Seperti anak-anak lainnya, kehidupan Mohammed berlangsung karena takut serangan drone. Ayah dan saudaranya meninggal 2011 silam oleh mesin terbang ketika keluar rumah menggiring unta milik keluarga.

Mohammed meninggal 26 Januari di Hareeb, sekira satu jam ditempuh dari rumahnya. Drone menyerang mobil bocah tersebut, di dalamnya ikut kakak iparnya Abdullah Khalid al Zindani dan seorang lainnya.

"Aku melihat banyak tubuh terpanggang, seperti arang," cerita kakak tertua Mohammed, Maqded. "Ketika kami datang, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kami tidak bisa memindahkan jasad mereka, hanya menguburkannya di sana, di dekat mobil."

Pejabat anonim Pemerintahan Amerika mengungkapkan kepada Reuters bahwa serangan yang dilancarkan CIA tersebut telah membunuh tiga orang yang diyakini kelompok militan Al Qaeda. Al Qaeda Semenanjung Arab (AQAP) diduga kuat otak di balik penyerangan ke kantor majalah satire Charlie Hebdo di Paris, bulan lalu.

Marib menjadi titik perjuangan antara pemberontak Houthi - yang telah menggulingkan presiden setelah menduduki kota - dan suku-suku lokal yang menolak upaya kelompok Syiah untuk mengambil alih kekuasaan. Seperti kebanyakan keluarga di sekitar desa al Zur dan provinsi Marib, keluarga Tauiman ikut berjuang memukul mundur Houthi.

Namun Maqded memastikan keluarganya tidak bisa disangkut pautkan dengan Al Qaeda. Keluarganya membantah keras Mohammed terlibat Al Qaeda atau antiHouthi. "Dia bukan lah anggota Al Qaeda. Dia hanya anak-anak.”

Sehari setelah adiknya meninggal, Maqded mengungkapkan, "Setelah bapak kami meninggal, Al Qaeda mendatangi kami dan memberikan dukungan. Tapi kami bukan mereka. Al Qaeda bisa jadi mengklaim Mohammed sekarang tapi kita akan bertindak untuk memastikan dia bukan anggota Al Qaeda.”

Ketika Guardian mewawancarainya September tahun lalu, Mohammed sangat murka terhadap Pemerintah Amerika yang telah membunuh ayahnya. "Mereka memberitahu kami drone-drone ini datang dari markasnya di Arab Saudi juga di laut Yaman dan Amerika mengirimkannya untuk membunuh para teroris, tapi mereka membunuh warga tanpa dosa. Kami tak tahu alasan mereka membunuh kami."

"Mereka menganggap kita tidak layak hidup seperti orang kebanyakan yang tinggal di tempat lain dan kita tidak memiliki rasa, emosi, tangis atau sakit seperti orang lain di dunia."

Ayah Mohammed, Saleh Tauiman, dibunuh karena serangan drone 2011 silam dan juga membunuh adiknya, Jalil. Saleh Tauiman meninggalkan tiga istri dan 27 anak.

Baik CIA dan Pentagon dikonfirmasi apakah anak-anak yang meninggal karena serangan drone benar-benar anggota Al Qaeda. Mereka menolak berkomentar.

Mohammed memiliki 27 saudara. Dan dia orang ketiga dari keluarganya yang meninggal oleh serangan drone Amerika. Ketidakadilan dan kebingungan yang dirasakannya ia ungkapkan sebelum meninggal.

"Para tetua mengatakan kepada kami bahwa membunuh warga sipil tanpa memastikan pelaku teror atau orang berdosa adalah tindakan kriminal. Mereka membunuh berdasar kecurigaan saja dan tanpa ragu-ragu."

Bagi Maqded, kematian Mohammed telah mendorong tekadnya mencari keadilan bagi keluarganya."Kami hidup dengan ketidakadilan dan kami menginginkan Amerika Serikat mengakui perbuatan kriminal yang telah mereka lakukan terhadap ayah dan saudara-saudara kami. Mereka orang tak berdosa, lemah, miskin dan tidak ada hubungannya dengan ini semua."

Dia melanjutkan, "Jangan salahkan kami karena bersimpati kepada Al Qaeda, karena mereka hanya satu-satunya yang membuka diri kepada kami, sementara pemerintah mengabaikan kami, begitu juga Amerika yang tidak memberikan kompensasi apapun. Kami akan ke pengadilan untuk memastikan jika semua ini adalah kekeliruan."

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved