Sabtu, 4 Oktober 2025

Kisah Seorang Guru yang Memilih Menjalani Prosedur Suntik Mati di Belanda

Tidak ada seorangpun yang menduga, bahwa seorang suami yang bahagia, akhirnya memilih untuk mati melalui suntikan mati

Editor: Hendra Gunawan
Net
Ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Samuel Febriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak ada seorangpun yang menduga, bahwa seorang suami yang bahagia, akhirnya memilih untuk mati melalui suntikan mati atau yang lebih dikenal euthanasia.

Andre Verhoeven, mengakhiri masa lajangnya di sebuah gereja Katolik, di sebuah kota bersahaja di Selatan Amsterdam, Belanda. Ia bekerja sebagai guru yang sangat dihormati.

Ia telah merencanakan hidupnya dengan begitu baik. Ia berencana pensiun di usia 65 tahun, lalu berkeliling dunia bersama istrinya, Dora.

Akan tetapi nasib baik tak berpihak kepadanya, ia didiagnosis menderita leukemia akut, kanker darah, yang saat ini belum ada obatnya. Penyakit itu dengan kejam menggrogoti tubuh tuanya, sehingga Verhoeven menjadi lumpuh dari leher ke bawah tubuhnya.

Di usianya yang 64 tahun, Vehoeven dibawa ke rumah perawatan. Kondisinya sangat memprihatinkan, bahkan untuk mengangkat cakir ke bibirnya ia tidak mampu.

Dia harus meminta pertolongan perawat ketika ia membutuhkan sesuatu, menggunakan sebuah lonceng yang diikat di lehernya. Dokter mengatakan bahwa kondisi itu akan ia bawa sepanjang hidupnya.

Dua bulan kemudian, Vehoeven mengambil keputusan besar dalam hidupnya, ia mengatakan kepada keluarganya ia akan bunuh diri dengan bantuan dokter setempat.

Dan begitulah, pada bulan Januari tahun 2013, seorang dokter memberikannya dua suntikan, satu untuk membiusnya, dan yang lainnya untuk mengakhiri hidupnya.

Hanya membutuhkan waktu tiga detik, untuk membuat Vehoeven jatuh koma. Dua menit kemudian, ia sudah meninggalkan dunia yang fana ini, dengan sanak saudara yang mencintainya berada di sekililingnya.

"Ia meninggal dunia dengan damai," kenang putrinya, Bregje, (37).

"Setelah ayah saya memutuskan euthanasia, ia merasa lega. Ia sudah tak sabar untuk pergi. Dalam beberapa hari terakhir ia mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya, teman-temannya, dan berbicara tentang masa lalu," lanjutnya.

Veohoven merupakan satu dari pemohon suntik mati yang sudah dilegalkan di Belanda. Suntik mati saat ini telah diterima menjadi bagian dari kehidupan atau kematian di Belanda.

Pemohon untuk prosudur Euthanasia tak hanya dari kalangan orang yang sudah berusia lanjut. Namun adapula permohonan untuk mengakhiri hidup bayi jika berada dalam kondisi sakit keras atau hidup tanpa harapan.

Asosiasi Medis Royal Belanda,  memperkirakan bahwa sekitar 650 bayi baru lahir, menjalani prosudur suntik mati setiap tahunnya karena mereka masuk dalam kategori tersebut.

Dr Eduard Verhagen, seorang ahli pediatrik Belanda terkemuka yang mendukung praktik ini, mengatakan bahwa seorang bayi bisa menjalani prosudur ini dengan alasan bahwa kondisi medis anak itu terlalu menyakitkan bagi kedua orangtuanya.

"Pengalaman ini sangat menegangkan bagi orang tua. Melihat anak mereka gemetar di saat-saat terakhirnya bisa melukai mereka selama-lamanya," katanya.

Meski suntik mati sudah dilegalkan di Belanda, namun etika yang menyertainya masih menjadi perdebatan sengit hingga saat ini. (dailymail)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved