Sabtu, 4 Oktober 2025

Ibadah Haji 2025

Mengenal Dam Haji, Mekanisme Pembayaran Dam bagi Jemaah & Petugas Haji Tahun Ini Serta Besarannya

Dalam penyelenggaraan ibadah haji dikenal adanya istilah Dam atau Hadyu. Apa itu? Berikut penjelasannya.

Tribunnews.com/Dewi Agustina
IBADAH HAJI - Pemerintah Arab Saudi memperketat aturan memasuki Makkah dan Madinah. Dalam penyelenggaraan ibadah haji dikenal adanya istilah Dam atau Hadyu. Berikut penjelasannya. 

TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Dalam penyelenggaraan ibadah haji dikenal adanya istilah Dam atau Hadyu.

Apa itu Dam?

Dam adalah sanksi atau denda yang harus dibayar saat seseorang menunaikan ibadah haji karena beberapa sebab.

Dalam menjalankan ibadah haji dan umrah ada sejumlah larangan yang harus dihindari serta aturan yang wajib ditaati agar tidak terkena Dam.

Dam bagi kebanyakan jemaah haji Indonesia tidak dapat dihindari.

Sebab jemaah haji Indonesia mengambil Haji Tamattu’, yaitu dengan melaksanakan umrah terlebih dahulu kemudian baru haji.

Terkait Dam ini Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan pedoman baru tentang tata kelola Dam atau Hadyu dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun ini.

Aturan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 437 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 21 April 2025 di Jakarta.

Pedoman ini penting untuk menjaga ketertiban, kepatuhan syariah, dan kebermanfaatan sosial dari pelaksanaan Dam/Hadyu.

"Mayoritas jemaah haji Indonesia menggunakan manasik tamattu’, yang mewajibkan pelaksanaan Dam. KMA ini hadir untuk memastikan pengelolaan Dam berjalan secara syar’i, maslahat, transparan, akuntabel, dan membawa manfaat bagi umat," ujar Kepala Biro Humas dan Komunikasi Publik Kemenag, Akhmad Fauzin dalam konferensi pers hari ke-15 operasional haji di Jakarta, Kamis (15/5/2025).

Pedoman tersebut mengatur secara rinci sejumlah aspek penting, antara lain jenis dan kriteria hewan yang sah digunakan untuk Dam, standar harga agar tidak memberatkan jemaah, pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, hingga proses penyembelihan di rumah potong hewan (RPH) yang memenuhi syarat.

Distribusi dan pemanfaatan daging hadyu juga diatur agar tidak hanya sah secara syariat tetapi juga bermanfaat secara sosial.

Selain itu, sistem pengawasan dan pelaporan ketat diterapkan untuk memastikan akuntabilitas proses.

Dam Bagi Petugas Haji

Sementara itu mekanisme pembayaran Dam/Hadyu khusus bagi petugas haji diatur dalam keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nomor 162 Tahun 2025.

"Pembayaran Dam/Hadyu bagi petugas tahun ini dilakukan secara resmi melalui rekening atas nama BAZNAS di Bank Syariah Indonesia. Nomor rekening yang digunakan adalah 5005115180," kata Kepala Biro Humas dan Komunikasi Publik Kemenag, Akhmad Fauzin dalam konferensi pers hari ke-15 operasional haji di Jakarta, Kamis (15/5/2025).

Tahapan pembayaran meliputi transfer ke rekening resmi, pelaporan bukti pembayaran ke BAZNAS, verifikasi, hingga rekapitulasi oleh tim pengumpul Dam/Hadyu.

Selanjutnya, BAZNAS bertugas melakukan penyembelihan, pengolahan, pengemasan, dan distribusi daging Dam.

Nilai Dam/Hadyu tahun 2025 ditetapkan sebesar 570 riyal Saudi atau setara dengan minimal Rp 2.520.000.

Fauzin menekankan bahwa pembayaran melalui BAZNAS ini merupakan mekanisme baru yang mulai diberlakukan tahun ini, khusus bagi petugas haji.

Sementara itu, jemaah haji tetap diberikan keleluasaan untuk memilih cara pembayaran Dam/Hadyu, termasuk melalui BAZNAS.

"Semua ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam meningkatkan tata kelola ibadah haji. Tujuan utamanya adalah memastikan setiap ibadah yang dilakukan jemaah dan petugas sah secara agama dan tertib secara manajerial," pungkasnya.

Kemenag mengajak seluruh pihak untuk mendukung penerapan pedoman ini demi kelancaran dan kesempurnaan ibadah para tamu Allah di Tanah Suci.

Apa itu Dam?

Dilansir dari laman Baznas, Dam secara bahasa berarti mengalirkan darah dengan menyembelih hewan kurban yang dilakukan pada saat melaksanakan ibadah haji.

Seorang jemaah haji wajib membayar Dam (denda) lantaran selama menunaikan ibadah haji dan umrah melanggar larangan haji atau meninggalkan kewajiban haji.

Pelanggaran itu misalnya, melakukan larangan-larangan ihram atau tidak dapat menyempurnakan wajib haji seperti mabit di Mina atau Muzdalifah.

Dalil tentang Dam terdapat di dalam Al-Quran Surah Al-Maidah, ayat 95:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram. Barang siapa di antara kamu membunuh dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadnya yang dibawa sampai ke Kabah atau membayar kafarat dengan memberi makan orang miskin atau puasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu. Supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya."

Lalu ada dalil lain di dalam Al-Quran, yakni Surah Al-Hajj ayat 33:

"Bagi kamu padanya (hewan hadyu) ada beberapa manfaat, sampai waktu yang ditentukan, kemudian tempat penyembelihannya adalah di sekitar Baitul Atiq (Baitullah).”

Beberapa larangan dalam ibadah haji haji antara lain:

Bersetubuh suami-istri, bermesraan, berbuat maksiat dan bertengkar.

Dilarang menikah dan menikahkan atau menjadi wali.

Dilarang memakai pakaian berjahit, memakai pewangi, menutup kepala, memakai sepatu yang menutup mata kaki.

Bagi perempuan, boleh memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangan.

Jemaah haji juga dilarang berburu atau membunuh binatang liar yang halal dimakan.

Pelanggaran yang umum dilakukan oleh jemaah haji Indonesia sehingga harus membayar Dam adalah pelaksanaan Haji Tamattu.

Haji Tamattu adalah berhaji sebelum waktunya, mereka melakukan ihram untuk umrah langsung dari miqatnya.

Usai melaksanakan ihram dan berakhir dengan tahallul atau memotong rambut para jemaah ini kemudian menunggu sampai tiba waktu haji pada hari Tarwiyah dan Arafah tanggal 8-9 Dzulhijjah.

Dengan demikian, mereka harus membayar Dam (denda) dengan menyembelih seekor kambing.

Jika tidak mampu, maka wajib berpuasa selama 10 hari, 3 hari dikerjakan di Tanah Suci dan 7 hari lagi dikerjakan di Tanah Air.

Pendistribusian Dam Haji

Penyembelihan hewan Dam dilakukan di Tanah Suci, Makkah.

Adapun terkait pendistribusiannya, menurut pandangan kalangan mazhab Hanafi menyatakan bahwa daging Dam boleh didistribusikan keluar Tanah Suci.

Meskipun demikian, pendistribusian kepada orang-orang miskin dan membutuhkan di Tanah Suci tetap lebih utama, kecuali orang-orang miskin di luar Tanah Suci lebih membutuhkan.

Namun, beberapa tahun terakhir, pemerintah Arab Saudi melalui jasa sebuah bank telah mendistribusikan daging kalengan maupun dalam bentuk daging beku ke beberapa negara Islam yang dipandang masih dalam kategori dunia ketiga.

Sementara itu, mulai tahun 2023 Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI bekerja sama dengan Kementerian Agama, dalam hal ini Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) serta Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyalurkan daging Dam yang telah disembelih di Tanah Suci ke Indonesia.

Pengelolaan daging hewan Dam ini telah sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, juga mengikuti Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) No. 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Pembayaran Dam PPIH Kloter dan PPIH Arab Saudi tahun 2023/1444 H.

Pendistribusian daging hewan Dam diprioritaskan untuk masyarakat yang membutuhkan di Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T).

Daerah 3T merupakan wilayah Indonesia yang memiliki kondisi geografis, sosial, ekonomi dan budaya yang kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. (MCH 2025/Dewi Agustina)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved