Pelantikan Kepala Daerah
Inikah Penyebab Pelantikan Kepala Daerah Ditunda? Jadwal Semula 6 Februari Akan Dilantik Prabowo
Rencana pelantikan serentak 260 kepala daerah pada 6 Februari 2025 ditunda. Rencana awal pelantikan serentak di istana presiden Jakarta oleh Presiden.
“Pasti akan digugat. Putusan MK itu adalah putusan tertinggi yang harus kita hormati,” ujar Nina, Senin (27/1/2025) dikutip dari Kompas.com.
Nina juga menyebut keputusan ini merugikan kepala daerah yang terpilih dalam Pilkada 2020.
Pasalnya, pelantikan mulai 6 Februari akan dapat mengurangi masa jabatan yang seharusnya lima tahun penuh.
“Merujuk SK pengangkatan saya, masa jabatan saya seharusnya sampai 2026. Tapi ini sudah terpotong banyak,” keluhnya.
Hal serupa disampaikan Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto.
Menurutnya, pelantikan bertahap tidak sesuai dengan putusan MK yang menegaskan pelantikan kepala daerah harus dilakukan serentak.
“Saya kira hasil MK sudah jelas, pelantikan itu serentak sekali. Keputusan MK itu mengikat,” kata Danny, Selasa (28/1/2025).
Danny menambahkan, pelantikan bertahap juga berdampak pada calon kepala daerah yang tengah berperkara di MK.
Mereka harus dilantik belakangan karena menunggu hasil sengketa.
DPR: Tidak Melanggar Hukum?
Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Nasdem, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan bahwa pelantikan bertahap tidak melanggar hukum.
Dia merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada serta Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 yang memungkinkan pelantikan dilakukan secara bertahap.
“Berdasarkan kedua aturan tersebut, DPR dan pemerintah meyakini pelaksanaan pelantikan serentak bagi mereka yang tidak bersengketa pada 6 Februari 2025,” kata Rifqinizamy, Selasa (28/1/2025).
Komisi II DPR RI juga telah meminta pemerintah untuk menyiapkan atau merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2024 sebagai landasan melaksanakan pelantikan mulai 6 Februari 2025.
“Sepanjang revisi Perpres Nomor 80 Tahun 2024 dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto, bisa diterapkan dan itu memiliki legitimasi yuridis,” jelas Rifqinizamy.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Demokrat, Dede Yusuf.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.