Pengamat Apresiasi Menkeu Purbaya Guyur Rp200 Triliun ke 6 Bank, Tapi Ingatkan Jangan Jor-joran
Untuk saat ini, Pengamat belum bisa menilai apakah langkah yang diambil Purbaya untuk dorong perekonomian rakyat bergerak itu sudah tepat atau belum.
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia, Telisa Aulia, mengapresiasi kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudi Sadewa, yang menyalurkan dana pemerintah di rekening Bank Indonesia (BI) sebesar Rp200 triliun ke enam bank nasional.
Dana pemerintah tersebut mulai disalurkan ke Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Badan Syariah Nasional (BSN) mulai Jumat (12/9/2025), dengan jumlah yang berbeda-beda.
Dana pemerintah yang berasal dari saldo anggaran lebih (SAL) itu diberikan ke perbankan untuk disalurkan ke masyarakat melalui kredit.
Purbaya sebelumnya mengakui, belum memiliki proyeksi dampak ke perekonomian dan kredit dari kebijakan ini.
Namun, kata Purbaya, yang jelas saat ini dirinya mencoba mengguyur likuiditas perbankan dan melihat hasil awalnya pada perekonomian Indonesia.
Telisa pun mengakui bahwa inovasi yang dibuat oleh Purbaya itu konsepnya sudah bagus, tetapi dia juga tetap mengingatkan tentang risiko ke depannya.
Namun, untuk saat ini, Telisa belum bisa menilai apakah langkah yang diambil Purbaya untuk mendorong perekonomian rakyat bergerak itu sudah tepat atau belum, karena kebijakannya baru saja berjalan.
Hanya saja, menurut Telisa, Purbaya seharusnya tidak langsung jor-joran atau berlebihan dalam mengguyur dana pemerintah ke enam bank.
"Kita appreciate tadi ya, ada inovasi. Tepat atau tidaknya itu sebetulnya nanti akan dijawab ketika dalam mekanismenya, pelaksanaannya, kalau secara konsep oke. Tapi jangan lupa juga risiko harus tetap kita jaga, dalam arti bahwa tidak berarti ini jor-joran," ungkapnya, dikutip dari YouTube tvOneNews, Senin (15/9/2025).
Dijelaskan oleh Telisa, jika jor-joran nanti, risiko yang dikhawatirkan itu bisa menyebabkan Subprime mortgage atau pinjaman kredit berlebih yang diberikan kepada debitur dapat berisiko tinggi karena riwayat kredit buruk atau pendapatan rendah.
Apabila hal tersebut terjadi, maka risiko bagi peminjam akan kesulitan membayar cicilan karena suku bunga lebih tinggi, kemudian bagi pemberi pinjaman atau bank akan ada kemungkinan gagal bayar dari peminjam.
Baca juga: Ekonom UGM Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Guyur Rp200 Triliun ke 6 Bank Nasional Harus Hati-hati
Hal tersebut bisa menyebabkan dampak serius bagi perekonomian secara keseluruhan.
Selain itu, kata Telisa, dikhawatirkan juga ada Speculative bubble di credit market, di mana pinjaman kredit yang berlebihan juga bisa menyebabkan gelembung kredit di pasar modal, yakni harga aset meningkat pesat dan tidak berkelanjutan, didorong oleh spekulasi daripada nilai fundamental.
Hal ini dipengaruhi ketika suku bunga rendah sehingga mendorong pinjaman dan investasi spekulatif, kemudian peminjam dan pemberi pinjaman terlalu optimistis dan mengambil risiko berlebihan, yang pada akhirnya akan menyebabkan kejatuhan harga aset dan krisis keuangan.
Oleh karena itu, Telisa pun mewanti-wanti agar kebijakan ini jangan sampai overheat juga nantinya.
Telisa mengatakan, hal tersebut bisa dicegah apabila Bank Indonesia (BI) menjalankan tugas macroprudential policy atau menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan dengan memantau dan mengendalikan risiko sistemik yang berlebih.
"Kita kan takut nih kayak Subprime mortgage dan lain-lain ya, itu ada Speculative bubble di credit market dan seterusnya. Di situ tugas dari Bank Indonesia sendiri untuk menjalankan macroprudential policy untuk mengerem apabila terjadi overheat (berlebihan), jadi jangan sampai terjadi overheat," paparnya.
Telisa pun memberikan saran kepada Purbaya agar kebijakan ini bisa dilakukan secara bertahap, supaya bisa dievaluasi satu per satu sehingga meminimalisir dampak negatif dan tidak menyebabkan inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa secara terus menerus.
"Sarannya adalah kebijakan ini nanti bisa dilakukan secara bertahap atau staging. Jadi, lihat dulu, evaluasi dulu. Jadi, jangan langsung gitu loh, break gitu ya, ada staging-nya dulu."
"Mungkin pertama Rp50 T dulu ke beberapa bank gitu kan. Nanti dilihat lagi di fase pertama, nanti apa evaluasinya, karena nanti kita akan evaluasi. Jangan sampai tadi ini creates inflation atau meng-create ketidakpastian yang kemudian itu malah ada dampak negatifnya untuk kita," jelas Telisa.
Meski kebijakan ini sudah dibuat dengan sedemikian rupa oleh Menkeu, Telisa tetap berharap, Purbaya bisa membuka ruang diskusi dengan para ekonom, pengusaha, dan masyarakat agar bisa mendapatkan berbagai masukan terkait program tersebut.
Sehingga, kebijakan ini ke depannya bisa diterapkan dengan baik dan mendapat dukungan dari masyarakat.
"Komunikasi kebijakan sih harapannya nanti Pak Menteri baru juga ada forum-forum kepada para ekonom, pengusaha, dan masyarakat untuk bisa memberikan masukan."
"Karena kan dari level policy making ya, ini sudah bagus gitu, tetapi akan lebih bagus lagi kalau ada masukan-masukan sehingga itu kemudian implementable dan kemudian juga ada sense of belonging dari masyarakat untuk mensukseskan program ini," kata Telisa.
Purbaya Sebut Inflasi Masih Aman
Purbaya menilai kebijakannya tersebut masih aman dari inflasi, karena pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini berada di kisaran 5 persen, yakni jauh di bawah ambang batas yang bisa memicu inflasi tinggi.
“Kita masih jauh dari inflasi. Jadi kalau saya injek stimulus ke perekonomian, seharusnya tidak memicu kenaikan harga signifikan,” katanya, dikutip dari Surya.co.
Sejak krisis keuangan, Purbaya mengatakan, Indonesia belum pernah mencatat pertumbuhan di atas 6,5 persen.
Dengan ini, artinya, ruang untuk mendorong ekonomi lebih cepat masih terbuka tanpa menimbulkan risiko inflasi berlebihan.
Purbaya pun mengatakan, jika kebijakan ini terbukti berhasil menggerakan ekonomi, dia menyatakan bahwa strategi serupa akan terus dilanjutkan.
Pemerintah berharap aliran dana langsung ke masyarakat akan menstimulasi aktivitas ekonomi dan meningkatkan penyerapan kredit di sektor riil.
“Sistem finansial kita agak kering, makanya ekonominya melambat. Orang susah cari kerja dan lain-lain karena ada kesalahan kebijakan moneter dan fiskal sebelumnya,” tambahnya.
Pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp200 triliun ke perbankan itu bertujuan agar perbankan menyalurkan dananya ke masyarakat melalui kredit.
Sehingga, masyarakat maupun dunia usaha diharapkan bisa lebih mudah mendapatkan pembiayaan dari perbankan,
Dengan demikian, maka aktivitas ekonomi dapat bergerak untuk tumbuh lebih tinggi.
"Kan mereka pintar nih untuk mencari proyek-proyek yang bagus untuk menyalurkan dana itu supaya tidak mengalami negative carry, negative spread," kata Purbaya.
Kendati demikian, Purbaya juga telah mewanti-wanti perbankan agar tidak menggunakan dana itu untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Pasalnya, jika dana digunakan untuk membeli SBN dan SRBI, upaya ini akan sia-sia karena dana akan kembali mengendap di pemerintah dan BI.
"Kita sudah bicara dengan pihak bank, janganlah beli SRBI atau SBN. (Peruntukannya) suka-suka bank, yang penting kan kita likuiditas masuk ke sistem," ungkapnya.
Upaya ini merupakan langkah awal Purbaya untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. Apabila upaya ini berhasil, kemungkinan dana yang ditempatkan ke perbankan akan ditambah.
Terkait kebijakan ini, Purbaya menegaskan bahwa dirinya telah menyampaikannya kepada Presiden RI Prabowo Subianto.
Dia juga mengaku sudah berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk memastikan pemindahan dana ini tidak dipakai untuk hal lain.
"Saya juga sudah berbicara dengan Deputi Senior Bank Indonesia untuk tidak menyerap uang itu. Sehingga uangnya bisa dipakai untuk jadi likuiditas di perbankan," terangnya.
(Tribunnews.com/Rifqah) (Surya.co/Arum)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.