Independensi BI Dinilai Makin Hilang karena Dibebankan Membiayai Program Populis Pemerintah
Burden Sharing dinilai sebagai bentuk debt monetization dan fiscal dominance yang tidak sejalan dengan tujuan utama BI
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Independensi Bank Indonesia (BI) dinilai semakin tergerus akibat kebijakan burden sharing yang membebani BI untuk membiayai program-program populis pemerintah.
Hal itu tertuang dalam satu dari tujuh desakan darurat ekonomi yang dilayangkan Aliansi Ekonom Indonesia kepada pemerintah.
Aliansi Ekonom Indonesia, yang merupakan gabungan ekonom dari berbagai institusi, melayangkan tujuh desakan ini karena mereka melihat penurunan kualitas hidup terjadi di berbagai lapisan masyarakat secara masif dan sistemik.
Pada poin desakan kedua, disebutkan bahwa perlunya dikembalikan independensi, transparansi, dan pastikan tidak ada intervensi berdasarkan kepentingan pihak tertentu pada berbagai institusi penyelenggara negara, salah satunya BI.
"BI harus kembali pada marwahnya sebagai bank sentral independen, bukan sebagai penyandang dana proyek politik presiden," tulis pernyataan Aliansi Ekonom Indonesia.
Hal yang disoroti di sini adalah kebijakan Burden Sharing saat ini untuk mendanai program populis.
Burden Sharing dinilai sebagai bentuk debt monetization dan fiscal dominance yang tidak sejalan dengan tujuan utama BI dalam menjaga stabilitas nilai mata uang dan tidak ikut campur dalam pendanaan pemerintah pusat.
Baca juga: Menko Airlangga: Skema Burden Sharing Hanya untuk Bunga SBN, Bukan Penerbitan Baru
Kebijakan itu berisiko menimbulkan krisis kepercayaan oleh investor, inflasi, dan hilangnya peran stabilisasi.
Dalam sesi konferensi pers secara daring pada Selasa (9/9/2025), ekonom Jahen F Rizki juga menyebutkan bahwa kebijakan burden sharing yang membiayai program populis pemerintah bisa berdampak luas terhadap makroekonomi Indonesia.
Salah satu dampak itu adalah sulitnya meyakini kemampuan BI menjaga target inflasi.
"Ketika Bank Indonesia itu tidak independen, ada banyak studi yang telah menunjukkan bahwa itu akan diikuti dengan peningkatan inflasi," kata Jahen.
"Jadi, akan sulit bagi kita untuk bisa meyakini bahwa ke depannya inflation targeting akan mencapai," sambungnya.
Kedua, kata dia, ini juga sebenarnya akan membuka kotak pandora karena kebijakan yang diambil adalah pembiayaan untuk program-program yang populis.
Baca juga: BI Lakukan Burden Sharing Borong 200 SBN Bantu Program Asta Cita Prabowo
"Dulu kita bicara soal MBG, terus kita juga bicara soal Koperasi Merah Putih, dan ke depan sampai kapan ini akan terus berjalan?" ucap Jahen.
Ia mengingatkan bahwa burden sahring memang pernah diterapkan saat pandemi Covid-19, tetapi konteksnya kala itu dapat dipahami karena menyangkut krisis kesehatan.
Sekarang ini bukan untuk mengatasi pandemi, tapi untuk membiayai program populis pemerintah.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa setiap kebijakan bank sentral selalu memiliki biaya yang harus ditanggung.
"Ini yang perlu dipikirkan oleh pemerintah, apakah biaya yang dikeluarkan oleh BI itu cukup sepadan dengan benefit yang terdapatkan dalam ekonomi," ujar Jahen.
Burden Sharing
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk melakukan skema pembagian beban (burden sharing) untuk pembiayaan program prioritas pemerintah.
Berbeda dengan skema burden sharing saat pandemi Covid-19 yang dilakukan melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana, kali ini BI melakukannya melalui pembelian SBN di pasar sekunder.
Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan, BI akan melakukan burden sharing dengan membagi beban bunga dengan pemerintah.
Skema ini ditujukan untuk mendukung pendanaan program ekonomi kerakyatan dalam agenda Asta Cita, termasuk program Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih.
"Untuk mengurangi beban biaya terkait program ekonomi kerakyatan dalam Asta Cita, Bank Indonesia sepakat untuk melakukan pembagian beban bunga (burden sharing) dengan pemerintah," ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Kamis (4/9/2025).
Denny menjelaskan, pembagian beban bunga dilakukan dengan membagi rata biaya bunga atas penerbitan SBN setelah dikurangi penerimaan atas penempatan dana pemerintah di lembaga keuangan domestik.
Dalam pelaksanaannya, pembagian beban dilakukan dalam bentuk pemberian tambahan bunga terhadap rekening pemerintah yang ada di BI sejalan dengan peran BI sebagai pemegang kas pemerintah.
"Besaran tambahan beban bunga oleh BI kepada pemerintah tetap konsisten dengan program moneter untuk menjaga stabilitas perekonomian dan bersinergi untuk memberikan ruang fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan meringankan beban rakyat," tegasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.