Senin, 29 September 2025

Ancaman Scam Fintech Makin Canggih, AI dan Open Finance Bisa Ambil Peran

Scam fintech makin kompleks, sektor keuangan digital dorong AI, Open Finance, dan regulasi adaptif untuk perkuat perlindungan konsumen

Penulis: willy Widianto
Tribunnews.com/HO
KEUANGAN DIGITAL - Wakil Ketua Umum II Asosiasi Fintech Indonesia, Budi Gandasoebrata, menjadi pembicara dalam Indonesia Digital Bank Summit (IDBS) 2025 di Jakarta, 19 Agustus 2025. Ia menekankan pentingnya regulasi, inovasi terbuka, dan edukasi publik sebagai kunci menjaga kepercayaan terhadap sektor keuangan digital. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Tantangan penipuan digital yang semakin kompleks mendorong sektor teknologi finansial (fintech) dan keuangan digital untuk memperkuat strategi perlindungan konsumen.

Dalam forum Indonesia Digital Bank Summit (IDBS) 2025 yang digelar di Jakarta, 19 Agustus 2025, isu scam menjadi sorotan utama, dengan pendekatan berbasis regulasi adaptif dan edukasi publik yang terintegrasi sebagai solusi strategis.

Wakil Ketua Umum II Asosiasi Fintech Indonesia, Budi Gandasoebrata, menyampaikan bahwa kepercayaan publik terhadap sektor keuangan digital hanya dapat dijaga melalui tiga pilar utama.

“Pertama, kita perlu regulasi dan pengawasan yang adaptif dan berbasis risiko agar inovasi tidak mengorbankan keamanan,” ujar Budi dalam keterangannya, dikutip Kamis (21/8/2025).

“Kedua, inovasi digital seperti kecerdasan buatan (AI) dan keuangan terbuka (open finance) harus dijalankan secara akuntabel dengan tata kelola yang kuat. Ketiga, edukasi publik dan kampanye anti-scam harus dilakukan secara terintegrasi lintas platform dan regulator.”

Pendekatan ini dinilai penting untuk menghadapi ancaman siber yang semakin canggih, termasuk serangan berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) seperti "memancing" atau phishing yang dipersonalisasi dan malware polimorfik (polymorphic malware).

Polymorphic malware adalah jenis perangkat lunak berbahaya yang secara otomatis mengubah kode dirinya setiap kali dijalankan atau menyebar, agar sulit dikenali oleh sistem keamanan seperti antivirus.

Baca juga: Tiga Industri Keramik Hentikan Produksi, 900 Karyawan Terpaksa Dirumahkan

Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Edit Prima, menekankan bahwa pertahanan terhadap ancaman tersebut juga harus ditenagai oleh teknologi serupa, yakni AI.

“Bicara keamanan siber, bicara AI tentu kita harus siap dengan serangan-serangan yang sudah berbasis AI. Nah, terus bagaimana caranya menghadapinya? Ya tentunya dengan AI juga,” jelasnya.

Deputi Komisioner Pengawas Bank Swasta Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indarto Budiwitono, dalam kesempatan terpisah menyampaikan bahwa transformasi digital di sektor perbankan harus diimbangi dengan penguatan tata kelola keamanan informasi dan perlindungan konsumen. Menurutnya,

“Bank perlu mengembangkan strategi digital yang agile dan terukur, tidak hanya dalam aspek efisiensi saja, namun hal tersebut sebagai jawaban atas ekspektasi nasabah yang semakin kompleks.”

Ia juga menekankan bahwa ketahanan siber bukan sekadar pertahanan sistem, tetapi menyangkut reputasi dan keberlangsungan bisnis lembaga keuangan.

Forum ini juga menyoroti pentingnya sinergi antar lembaga. Kolaborasi antara OJK, Bank Indonesia (BI), BSSN, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) difokuskan pada langkah konkret seperti berbagi intelijen siber dan pemblokiran situs berbahaya secara terkoordinasi. Upaya ini didukung oleh kerangka regulasi seperti Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030 dan kebijakan penguatan manajemen risiko.

Selain isu keamanan, forum juga membahas peran layanan keuangan digital dalam mendukung transformasi sektor riil, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Tantangan utama yang dihadapi UMKM meliputi akses pasar, pembiayaan, dan literasi keuangan. Panelis menilai bahwa pembangunan ekosistem digital yang komprehensif melalui kerja sama antara perbankan dan pelaku fintech menjadi solusi efektif.

Regulator mendorong pemanfaatan data digital sebagai alternatif penilaian kredit untuk menjangkau UMKM yang belum terlayani sistem perbankan (underbanked). Inovasi seperti pemeringkatan kredit berbasis transaksi elektronik dan infrastruktur pembayaran digital menjadi bagian dari strategi inklusif, didukung oleh edukasi dan pendampingan dari berbagai pemangku kepentingan.

Baca juga: Kerugian Akibat Scam Mencapai Rp4,6 Triliun, OJK: Sehari IASC Terima 700-800 Laporan

Dalam sesi diskusi lainnya, peran Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) dibahas sebagai bagian dari upaya memperkuat kepercayaan digital.

Wakil Ketua Umum I AFTECH, Marshall Pribadi menyampaikan bahwa identitas digital yang sah dan diakui negara dipandang penting dalam menjaga keamanan transaksi. Ia menambahkan bahwa pembangunan kepercayaan digital memerlukan kolaborasi antar pemangku kepentingan serta kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

IDBS 2025 dihadiri lebih dari 400 pemimpin dan profesional industri, menjadikannya forum strategis untuk merumuskan masa depan keuangan digital yang aman, inklusif, dan berkelanjutan. Penyelenggaraan tahun ini mencerminkan urgensi kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi tantangan scam dan membangun kepercayaan publik secara sistematis.

 

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan