Jumat, 3 Oktober 2025

Industri Penerbangan Masih Terpuruk, Maskapai Hadapi Tingginya Biaya Operasional

Kondisi industri penerbangan nasional saat ini masih jauh dari ideal, meskipun Indonesia mendapat penilaian tinggi dalam aspek keselamatan ICAO.

Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Choirul Arifin
AIRLINERS.NET
TANTANGAN BERAT DI INDUSTRI PENERBANGAN - Jajaran armada Garuda di apron Bandara Soekarno-Hatta, Banten.Pandemi Covid-19 masih menyisakan dampak yang signifikan terhadap industri penerbangan baik secara global maupun nasional. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kondisi industri penerbangan nasional saat ini masih jauh dari ideal, meskipun Indonesia mendapat penilaian tinggi dalam aspek keselamatan dan keamanan dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).

Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo mengatakan, maskapai sebagai aktor utama di industri penerbangan kini menghadapi kondisi yang sangat berat.

"Bisnis maskapai penerbangan saat ini ada di titik yang rendah. Biaya-biaya operasional sangat tinggi, tarif yang dibatasi dan tidak bisa mengimbangi besarnya biaya, iklim bisnis yang buruk, regulasi pemerintah yang kurang mendukung," kata Gatot saat dihubungi Tribunnews, Kamis (7/8/2025).

Gatot mengatakan, pandemi Covid-19 masih menyisakan dampak yang signifikan terhadap industri penerbangan baik secara global maupun nasional. Keterbatasan pesawat dan suku cadang masih terjadi seiring dengan belum optimalnya produksi dari pabrikan utama dunia.

"Saat covid pabrik-pabrik tersebut melakukan PHK karyawan dan setelah Covid merekrut kembali tapi belum bisa menyamai sebelum Covid."

"Akibatnya produksi pesawat dan sparepart menurun. Hal ini diperburuk geopolitik global (banyak krisis antar negara) yang membuat supply chain bahan baku juga terganggu," tutur Gatot.

Bahkan di Indonesia, tantangan semakin berat dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) serta kebijakan ekspor dan impor yang tidak memihak kepada maskapai.

"Berbeda dengan negara lain yang tidak menarik bea masuk sparepart di penerbangan, di Indonesia masih ada bea masuk," jelas Gatot.

Karenanya, menurut Gatot hingga kini belum ada maskapai nasional yang benar-benar menunjukkan kinerja yang stabil. Biaya operasional yang tinggi, terutama harga avtur dan suku cadang yang menggunakan dolar AS menjadi tantangan maskapai.

"Tidak ada (maskapai kinerja stabil). Semua masih terkena tekanan. Kalaupun ada yang sudah recovery mungkin adalah maskapai Charter, karena aturan bisnisnya berbeda dan tidak banyak diatur oleh pemerintah," ungkap dia.

Baca juga: Komisi V DPR Sebut Industri Penerbangan Masih Hadapi Tantangan Berat, Butuh Keberpihakan Pemerintah

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (kemenhub) mengeklaim, sektor penerbangan nasional menunjukkan tren pemulihan yang stabil hingga semester I 2025.

Tercatat, hingga Agustus 2025 sebanyak 334 unit pesawat untuk layanan penerbangan berjadwal dengan kapasitas lebih dari 30 tempat duduk.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa mengatakan, saat ini terdapat 14 perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dan 2 maskapai kargo yang masih aktif.

Baca juga: Industri Penerbangan Nasional Penuh Tantangan, Ini Permintaan INACA

Sedangkan untuk kategori niaga tidak berjadwal, terdapat 51 badan usaha penumpang dan 4 badan usaha kargo.

"Jumlah ini menunjukkan bahwa jaringan layanan udara nasional tetap terjaga dan mendukung konektivitas masyarakat serta distribusi logistik secara luas," kata Lukman saat dihubungi Tribunnews, Rabu (6/8/2025).

Dari sisi investasi, Lukman menyatakan bahwa sepanjang semester I 2025 terdapat lima badan usaha angkutan udara niaga tidak berjadwal baru yang telah mengajukan rencana operasional.

Pesawat yang direncanakan untuk beroperasi sangat beragam yakni Fletcher FU24-950, Trush S2R-T34, Boeing 737-73Q, BBJ, Legacy 600 EMB 135, Boeing 7337-300F dan Cessna 172.

"Masuknya entitas baru ini mencerminkan iklim usaha yang tetap menarik, terutama di segmen layanan khusus dan charter yang fleksibel dan berkembang," ujarnya.

Sementara itu Lukman mencatat, jumlah penumpang yang diangkut pada rute domestik mencapai 30.353.609 orang dengan target tingkat pemulihan sebesar 85 persen terhadap angka tahun 2019.

Adapun untuk rute internasional, tercatat sebanyak 18.342.439 penumpang dengan target tingkat pemulihan sebesar 110 persen dibandingkan kondisi pra-pandemi Covid-19.

Kata Lukman, di periode Summer 2025, tercatat 301 rute penerbangan domestik yang menghubungkan 126 kota di Indonesia, serta 129 rute internasional yang menghubungkan 15 kota di indonesia dengan 27 negara tujuan.

"Angka-angka ini menjadi sinyak kuat bahwa mobilitas udara nasional bergerak stabil menuju pemulihan penuh," ungkapnya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved