Selasa, 7 Oktober 2025

Pemerintah Diminta Percepat Belanja APBN untuk Pulihkan Ekonomi Nasional

Pemerintah perlu mempercepat eksekusi belanja negara guna mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional yang masih bergerak moderat.

handout
GENJOT PERTUMBUHAN EKONOMI - Research Director Prasasti, Gundy Cahyadi. Dalam situasi global yang belum stabil, belanja negara menjadi salah satu instrumen utama untuk menjaga momentum pertumbuhan. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) menilai pemerintah perlu mempercepat eksekusi belanja negara guna mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional yang masih bergerak moderat.

Dalam situasi global yang belum stabil, belanja negara menjadi salah satu instrumen utama untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

“Setelah mencatat pertumbuhan PDB sebesar 4,87 persen (yoy) di kuartal I tahun ini, laju pertumbuhan ekonomi kami lihat masih belum membaik di kuartal II. Konsumsi rumah tangga—kontributor utama pertumbuhan—masih lemah, sementara sektor swasta cenderung menunggu arah kebijakan pemerintah,” ujar Research Director Prasasti, Gundy Cahyadi dikutip Selasa (15/7/2025).

Prasasti menyampaikan momentum yang belum solid ini mengindikasikan perlunya kebijakan fiskal yang lebih agresif dalam waktu dekat.

Data menunjukkan eksekusi belanja negara masih berjalan relatif lambat.

Hingga akhir Juni 2025, realisasi belanja baru mencapai 38,9?ri pagu APBN. Angka ini tertinggal dari realisasi tahun lalu di 42,0?n juga lebih rendah dari rerata historis 41,2% di periode 2021–2024.

“Lambatnya serapan anggaran tahun ini sebagian besar disebabkan oleh penerimaan negara yang juga lebih rendah, terutama di awal tahun ini, sebagai dampak dari perlambatan ekonomi global dan juga dampak dari implementasi sistem perpajakan baru,” tambah Gundy.

Hingga Juni, penerimaan negara baru mencapai 40,3?ri target, lebih rendah dari rerata lima tahun sebelumnya yang berada di atas 52,4%.

Meski demikian, situasi ini justru memperkuat urgensi untuk melakukan front-loading belanja negara. Yakni, mempercepat realisasi anggaran di paruh kedua tahun ini.

Kebijakan ini berfungsi sebagai counter-cyclical tool untuk mendorong permintaan domestik dan mengaktifkan kembali peran sektor swasta.

Dengan konsumsi dan investasi swasta yang cenderung wait-and-see, sinyal konkret dari pemerintah melalui belanja fiskal sangat dibutuhkan untuk menggerakkan perekonomian.

Baca juga: Ekonomi RI Melambat, Pengamat Ingatkan Risiko Serius dari Konsumsi Lesu dan Belanja Negara Seret

Langkah ini tentunya membawa implikasi pada jalur defisit fiskal. Jika belanja dipercepat, sementara penerimaan belum pulih penuh, defisit APBN 2025 kemungkinan dapat melebar di atas target 2,78?ri PDB—bahkan berpotensi mendekati atau melebihi batas 3% yang selama ini dijadikan rambu kehati-hatian fiskal.

“Namun, dalam konteks saat ini, pelebaran defisit seharusnya tidak langsung dianggap negatif—selama belanja diarahkan ke program produktif seperti hilirisasi industri, ketahanan pangan, transformasi UMKM, serta perlindungan sosial yang tepat sasaran,” jelas Gundy.

Ia menyebut, penting juga untuk mencermati bahwa makroekonomi Indonesia relatif solid. Rasio utang terhadap PDB di bawah 40%, jauh di bawah banyak negara berkembang.

“Sentimen pasar terhadap Indonesia terlihat tetap positif sepanjang tahun ini, tercermin dari total dana asing sebesar Rp 42 triliun yang masuk ke pasar obligasi pemerintah di periode Januari-Juni 2025,” ujarnya.

Baca juga: PMI Manufaktur April 2025 Anjlok, Pengusaha: Akibat Efisiensi Belanja Pemerintah

Ketiga lembaga pemeringkat utama juga terus mempertahankan peringkat layak investasi Indonesia. Ini mengindikasikan bahwa pasar menilai fondasi fiskal Indonesia cukup kuat untuk menghadapi dinamika jangka pendek.

Pemerintah juga perlu tetap melanjutkan upaya untuk memperkuat penerimaan negara melalui intensifikasi perpajakan, perbaikan kepatuhan, serta evaluasi terhadap efektivitas insentif fiskal yang ada.

“Komunikasi publik yang transparan mengenai strategi pengelolaan fiskal, termasuk kebijakan utang dan arah belanja, akan semakin penting untuk menjaga kepercayaan publik dan pasar,” tambah Gundy.

Prasasti meyakini, dalam situasi ekonomi yang penuh tantangan, kehati-hatian fiskal tetap penting. Namun keberanian untuk bertindak—dengan mempercepat belanja yang tepat sasaran, akan sangat menentukan arah pemulihan ke depan.

Ia menyampaikan, front-loading belanja bukan semata respons jangka pendek, melainkan langkah strategis untuk memperkuat fondasi ekonomi dan penerimaan fiskal di masa depan.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved