Haidar Alwi Usulkan Dana Kedaulatan Nasional untuk Bantu Bayar Utang Negara
Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, R. Haidar Alwi, mengemukakan gagasan skema gotong royong bernama Dana Kedaulatan Nasional.
Penulis:
Fahdi Fahlevi
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, R. Haidar Alwi, mengemukakan gagasan skema gotong royong bernama Dana Kedaulatan Nasional.
Konsep ini untuk membantu pelunasan utang luar negeri Indonesia senilai Rp7.038 triliun melalui partisipasi rakyat.
"Ini bukan upaya menggantikan peran negara atau melepas tanggung jawab pemerintah, tetapi wujud penguatan solidaritas nasional di tengah beban fiskal yang terus meningkat," kata Haidar melalui keterangan tertulis, Selasa (17/6/2025).
Setiap tahun, pemerintah Indonesia memang telah menyisihkan dana untuk membayar kewajiban utang negara melalui mekanisme APBN.
Pada tahun 2025, alokasi anggaran untuk pembayaran utang, baik pokok maupun bunga, mencapai Rp1.072 triliun.
Dari jumlah tersebut, sekitar Rp552,9 triliun diperuntukkan khusus untuk pembayaran bunga utang.
Namun demikian, menurutnya, fakta ini menunjukkan bahwa porsi anggaran untuk utang ini menyita lebih dari 45 persen belanja pemerintah pusat.
Sementara belanja untuk kesehatan, pendidikan, subsidi energi, dan pembangunan daerah kian terhimpit.
Dalam dua bulan pertama 2025 saja, pemerintah telah mengeluarkan Rp79,3 triliun untuk membayar bunga utang. Angka ini belum termasuk kewajiban pokok yang jatuh tempo.
"Oleh karena itu, diperlukan pendekatan baru yang tidak hanya bersifat fiskal, tetapi juga sosial dan moral. Dana Kedaulatan Nasional hadir sebagai gagasan pelengkap, bukan pengganti APBN, agar Indonesia mampu mengatur ritme pembayarannya dengan lebih mandiri dan terhormat," jelasnya.
Haidar Alwi menawarkan simulasi berbasis desil pendapatan yang adil dan masuk akal.
Dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai 284,5 juta jiwa, maka skema gotong royong ini dipecah menjadi tiga kelompok berdasarkan kemampuan ekonomi.
- Kelompok 1 (Desil 1–4), yang mencakup 40 persen populasi (sekitar 113,8 juta jiwa), adalah masyarakat miskin dan rentan. Mereka dibebaskan dari kewajiban iuran karena negara berkewajiban melindungi mereka terlebih dahulu.
- Kelompok 2 (Desil 5–8), yakni kelas menengah yang mencakup sekitar 99,6 juta jiwa atau 35 persen populasi, diwajibkan berkontribusi sebesar Rp5 juta selama lima tahun. Ini bisa dibayar secara mencicil Rp1 juta per tahun atau sekitar Rp83 ribu per bulan.
- Kelompok 3 (Desil 9–10), yang merupakan kelas atas atau masyarakat berpenghasilan tinggi, sebanyak 25 persen populasi (sekitar 71,1 juta jiwa), diusulkan menyumbang sebesar Rp85 juta selama lima tahun atau Rp17 juta per tahun, sekitar Rp1,4 juta per bulan.
Affan Kurniawan Meninggal, Haidar Alwi Ingatkan Bahaya Politisasi dan Waspadai Narasi Provokatif |
![]() |
---|
Diplomasi Martabat, Kedaulatan Ekonomi, dan Persatuan Rakyat Menjadi Pilar RI di Panggung Dunia |
![]() |
---|
Satgas Pangan Berperan Vital Mencegah Permainan Harga dan Penimbunan |
![]() |
---|
Tidak Hanya Presiden dan Bulog, Semua Kementerian Didesak Turun Tangan Berantas Mafia Pangan |
![]() |
---|
Catatan Politik Bamsoet: Bela Negara Merawat Eksistensi Keutuhan dan Kedaulatan NKRI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.