Sabtu, 4 Oktober 2025

Ekonom: Pemikiran Prof Sumitro Relevan untuk Membangun Indonesia, Domestik Harus Diperkuat

Dekan FEB UI Teguh Dartanto mengatakan Prof Sumitro Djojohadikusumo punya pemikiran perlunya penguatan ekonomi domestik dan integrasikan ke global

|
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Erik S
Istimewa
BEDAH PEMIKIRAN PROF SUMITRO - Suasana diskusi Soemitro Economic Forum di The Tribrata Hotel, Jakarta Selatan, Rabu, 4 Juni 2025. Banyak pokok-pokok pemikiran Prof Sumitro Djojohadikusumo yang relevan untuk kebutuhan membangun Indonesia di masa kini dan layak diimplementasikan.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teguh Dartanto berpendapat, banyak pokok-pokok pemikiran Prof Sumitro Djojohadikusumo yang relevan untuk kebutuhan membangun Indonesia di masa kini dan layak diimplementasikan. 

"Pak Sumitro punya pemikiran perlunya penguatan ekonomi domestik dan secara cerdas dan terkendali mengintegrasikan ekonomi domestik pada ekonomi global," kata Teguh Dartanto saat menjadi salah satu panelis di acara diskusi Soemitro Economic Forum di The Tribrata Hotel, Jakarta Selatan, Rabu sore, 4 Juni 2025.

Sejumlah ekonom muda dari berbagai perguruan tinggi, lembaga dan institusi bisnis hadir di acara ini untuk mengupas pemikiran Begawan Ekonomi Indonesia Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo lewat dua sesi diskusi.

Baca juga: Penerbit Buku Kompas Luncurkan Buku Berjudul Sambung Pemikiran Politik Pajak Sumitro Djojohadikusumo

Tema yang diangkat seputar Ekonomi Global dan Kebijakan Kerakyatan serta Membiayai Pembangunan Lewat Keunggulan.

Teguh Dartanto mengemukakan, dalam membangun perekonomian RI Prof Sumitro menekankan upaya serius untuk mendorong nilai tambah yang untuk era sekarang bisa diterjemahkan melalui strategi hilirisasi, serta penciptaan lapangan kerja.

"Karena itu job creation dan pemerataan kesejahteraan harus terus didorong. Yang perlu didorong pula adalah adaptive social protection."

"Selama ini hal tersebut sangat dikendalikan oleh negara. Sistem social protection kita tidak memberi ruang kepada orang yang membutuhkan," ungkap Teguh membandingkan.

Teguh berpendapat, Prof Sumitro adalah pemikir yang sangat futuristik dalam konteks pemikiran dan solusi yang diberikan. Jika ditelaah lebih jauh, ada empat pemikiran Sumitro yang masih relevan hingga kini.

Pertama, negara harus hadir. Hadir dengan efektif. Bukan hanya sekadar ada, tetapi menjadi pemerintah yang efektif, memberikan arah bagi perekonomian.

Kedua, penguatan ekonomi domestik, proteksi yang terukur dan integrasi global. "Artinya kita tidak boleh menyerahkan diri kita dalam konteks global, tapi dari sisi penguatan domestik itu dikuatkan, tetapi kita jangan juga menutup diri. Kita tetap terbuka integrasi secara cerdas," ungkapnya.

"Dengan melakukan proteksi domestik, kita menyiapkan masyarakat kita yang lebih resilien," sambungnya.

Ketiga, penciptaan nilai tambah. Artinya proses hilirasasi yang berdaya adalah sebuah proses transformasi ekonomi.

Baca juga: Guru Besar UI: Pemikiran Sumitro Relevan Bantu Indonesia Bertahan di Tengah Ketidakpastian

Keempat, pentingnya penciptaan lapangan kerja. "Pak Mitro selalu menegaskan dalam karyanya bahwa penciptaan lapangan kerja dan pemerataan kesejahteraan."

"Menurut saya itu sangat konteksual dengan kondisi sekarang ini," terang Teguh.

Di berbagai kesempatan, Profesor Sumitro selalu bicara tentang ekonomi kerakyatan. "Bagi saya rakyat utama harus diperhatikan adalah rakyat paling bawah," katanya.

Karena itu, paralel dengan kebijakan yang dilakukan pemerintah saat ini yang mencoba hadir memberikan solusi bagi rakyat dengan Lima Paket Stimulus, yakni diskon transportasi, diskon tarif tol, penebalan bantuan sosial, bantuan subsidi upah dan perpanjangan diskon iuran JKK.

Forum Sumitro Center OK__
BEDAH RELEVANSI PEMIKIRAN PROF SUMITRO - Suasana diskusi Soemitro Economic Forum di The Tribrata Hotel, Jakarta Selatan, Rabu, 4 Juni 2025. Banyak pokok-pokok pemikiran Prof Sumitro Djojohadikusumo yang relevan untuk kebutuhan membangun Indonesia di masa kini dan layak diimplementasikan. 

Namun, Teguh juga mengkritis agar jangan hanya yang masih bekerja saja yang dilindungi dengan bantuan tetapi juga untuk para pekerja yang mengalami PHK.

"Jadi bagaimana kita melindungi pekerjaan itu sendiri dan juga membantu yang PHK. Jadi penciptan lapangan kerja dan pemerataan dari kesejahteraan itu sendiri," kata Teguh.

Pembicara lainnya, Fithra Faisal, Juru Bicara Kantor Komunikasi Presiden menyoroti perang tarif yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Menurutnya dengan kebijakan tersebut dunia multipolar tiba-tiba berguncang. Dalam konteks Indonesia, apa yang dilakukan pemerintah terkait perang tarif ini, tidak hanya negosiasi semata tapi telah menawarkan konsesi kepada Amerika Serikat.

"Kita sudah menawarkan apa yang bisa dibeli, apa yang bisa ditawarkan. kepada Trump. Tapi di sisi yang lain, kita tidak meninggalkan kawan," kata Fithra.

Berkaitan dengan target pertumbuhan yang dicanangkan Presiden Prabowo sebesar 8 persen, menurut Fithra, untuk mengejarnya membutuhkan dana sebesar Rp 10.000 trilun.

"Dari 10 ribu triliun itu, kita cuma bisa memaksimalkan 3 ribu triliun dari dalam negeri. Sehingga 7 ribu triliun itu harus didapatkan dari luar negeri," tukasnya

Kebutuhan investas ini di dapat melalui sektor-sektor yang mampu menciptakan efek berantai terhadap produktitas dan lapangan pekerjaan. Sebut saja sektor infrastruktur, teknologi informasi dan komunikasi, sanitasi air, sumber daya air, transportasi dan perumahan.

Baca juga: Diluncurkan Hari Ini, Sumitro Institute Jadi Think Tank untuk Hidupkan Lagi Pemikiran Pak Cum

Untuk mendatangkan investasi asing, maka Indonesia menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif.

Artinya netral dan tidak memihak dalam konflik global Salah satunya ketika terjadi perang dagang Amerika Serikat dan China, Indonesia memutuskan tetap membangun hubungan dengan kedua belah pihak

Fithra juga menekankan pentingnya untuk bekerjaama dengan negara-negara di ASEAN Sebab kawasan ini berada di tengah jalur perdagangan global

Hal lain yang disorot positif Fithra, adalah langkah Presiden Prabowo yang merombak beberapa kebijakan ekonomi, mulai dari kuota impor den aturan terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang terlalu tinggi.

Menurutnya regulasi TKDN yang tidak fleksibel justru menghambat Indonesia dalam jaringan produksi global.

Badri Munir Sukoco, Direktur Pasca-Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya menambahkan, kondisi geopolitik global saat ini terjadi karena semua negara fokus pada kepentingan nasionalnya dan bagaimana memakmurkan negaranya tersebut.

Baca juga: Peringatan 108 Tahun Profesor Sumitro, Buah Pikiran Sang Begawan Ekonomi Tetap Relevan hingga Kini

"Selama ini, nasional interest ini biasanya dibungkus dengan nasionalisme yang semu di Indonesia. Nasionalisme yang biasanya hanya diceremonikan. Tapi begitu. kita ngelawan dengan nasionalisme ekonomi, apa yang bisa kita lakukan?"  beber Badri.

"Saya sampaikan fakta, jumlah mobil yang laku tahun lalu sebesar 1,1 juta dan 95 persen itu berasal dari satu negara. Atau 5,5 juta unit motor yang terjual tiap tahun di Indonesia, 98,9 persen itu berasal dari satu negara."

"Dalam konteks itu tentu negara (produsen) tersebut benar kita yang mungkin terlalu merelakan diri untuk menjadi pasar itu," kata Badri.

Dengan melihat masalah-masalah yang ada, maka sesuai dengan pemikiran Prof. Soemitro agar negara harus hadir.

"Kita punya bonus demografi, yang usianya di bawah 40 tahun itu sekitar 70 persen, tapi di saat yang sama pengangguran 7,28 juta orang per Februari kemarin," jelas Badri..

Badri mencontohkan China yang hanya dalam 20 tahun saja bisa mengangkat 1 miliar orang miskin. Salah satu yang dilakukan adalah dengan mengaktifkan anak muda untuk punya peran mengatasi masalah.

"Mulai dari tingkat kabupaten, propinsi hingga nasional. sional. Selama ini anak muda itu lebih banyak menjadi pasif player di ekonomi kita," katanya.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo yang juga Ketua Umum Tunas Indonesia Raya (Tidar) organisasi sayap Partai Gerindra menilai Profesor Sumitro sosok ekonom dan negarawan yang layak diteladani.

"Beliau pribadi humble, sederhana dan nggak suka flexing. Beliau adalah seorang intelektual yang bukan hanya bicara narasi tapi juga memiliki integritas dan menjalankan pemikiran beliau terlepas kita setuju atau tak setuju dengan pemikirannya," ujarnya.

Dia mencontohkan peristiwa ketika istri Prof Sumitro dan anak-anaknya harus ikut mengasingkan diri ke luar negeri karena bertabrakan idealisme dengan Bung Karno. 

"Beliau (Prof Sumitro) kehilangan teman-temannya di Eropa karena ideologi komunis di Eropa yang merusak. Beliau berani melawan dan berseberangan dengan Presiden Soekarno," sebutnya.

"Pemikiran-pemikiran beliau sangat relevan untuk menjalankan ekonomi kerakyatan dan kita belajar dari sejarah yang salah."

"Sekarang pemikiran pemikiran beliau jadi landasan kebijakan ekonomi Pak Prabowo. Event forum diskusi ini untuk gugah para ekonom muda untuk berdiskusi dan bukan terpecah belah," sebutnya. (tribunnews/fin)

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved