Harga Minyak
Minyak Dunia Berfluktuasi, Harganya Naik Turun Imbas Ketegangan Negosiasi Nuklir Iran-AS
Harga minyak dunia di perdagangan pasar global bergerak fluktuatif, setelah sempat anjlok di sesi pembukaan, imbas isu negosiasi nuklir AS dan Iran
TRIBUNNEWS.COM – Harga minyak dunia di perdagangan pasar global bergerak fluktuatif, setelah sempat anjlok di sesi pembukaan, Senin (19/5/2025).
Dikutip dari laporan CNBC International, selama 24 jam terakhir Kontrak berjangka minyak jenis Brent untuk pengiriman bulan depan diobral murah, turun 5 sen menjadi 65,36 dolar AS per barel.
Sementara, minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) AS naik tipis sekitar 3 sen, hingga dibanderol di kisaran 62,52 dolar AS per barel.
Pergerakan fluktuasi ini terjadi karena terpengaruh isu negosiasi nuklir antara AS dan Iran yang masih berlangsung tanpa kepastian.
AS ingin Iran sepenuhnya mematuhi kembali perjanjian nuklir 2015 (JCPOA) dan membatasi pengayaan uraniumnya.
Utusan khusus AS, Steve Witkoff, menyampaikan pada Minggu (18/5), setiap kesepakatan dengan Iran harus mencakup komitmen untuk tidak memperkaya uranium.
Pernyataan ini langsung menuai kritik keras dari pihak Teheran.
Iran menuntut pencabutan penuh sanksi ekonomi terlebih dahulu sebelum bersedia membatasi aktivitas nuklirnya.
Perbedaan pendapatan lantas menjadi hambatan utama dalam negosiasi, menambah volatilitas di pasar minyak, karena peran strategis Iran dalam pasar energi global dan potensi dampak geopolitik yang besar.
Hal ini terjadi lantaran Iran memiliki cadangan minyak terbesar keempat di dunia.
Jika negosiasi nuklir berhasil dan sanksi AS dicabut, Iran bisa kembali mengekspor jutaan barel minyak ke pasar global.
Namun, apabila pembicaraan gagal dan sanksi diperketat, pasokan dari Iran akan tetap dibatasi.
Baca juga: Sanksi AS: Iran Tak Takut Ancaman Trump Terhadap Minyak
Ketidakpastian ini membuat pelaku pasar bingung apakah pasokan global akan meningkat jika kesepakatan tercapai atau tetap ketat jika gagal.
Selain itu, ancaman konflik di kawasan ini dapat menyebabkan lonjakan harga karena pelaku pasar khawatir terhadap gangguan distribusi minyak global.
Faktor Lain Pemicu fluktuasi Harga Minyak
Selain perseteruan AS dan Iran, ketegangan geopolitik meningkat setelah Rusia menahan kapal tanker minyak milik Yunani yang berlayar dari pelabuhan Estonia.
Tindakan ini memunculkan kekhawatiran akan keamanan jalur distribusi energi, dan menciptakan ketidakpastian pasar, memperbesar risiko gangguan pasokan dan mendorong volatilitas harga minyak dunia.
Faktor-faktor ini membuat harga minyak rentan terhadap fluktuasi tajam, analis memperingatkan investor untuk waspada.
Lantaran, kondisi teknikal pasar minyak tetap lemah, mengingat potensi tambahan pasokan dari Iran dan OPEC+, serta belum adanya pemulihan permintaan global yang kuat.
Beberapa negara produsen besar seperti Arab Saudi dan Rusia bahkan mulai memberi sinyal mereka bisa kembali meningkatkan produksi jika harga terlalu tinggi.
Update Harga Komoditas Mineral
Mengikuti pergerakan minyak dunia, harga sejumlah komoditas utama terpantau melemah di tengah meningkatnya tekanan pasar global terhadap sektor energi dan logam industri.
Berdasarkan data dari Barchart, harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) untuk kontrak pengiriman Juni 2025 turun sebesar 0,85 persen menjadi MYR 3.839 per ton.
Pelemahan ini terjadi di tengah sentimen pasar yang masih dibayangi oleh ketidakpastian permintaan global, khususnya dari negara importir utama seperti India dan China.
Selain CPO, harga batu bara juga menunjukkan penurunan. Berdasarkan situs Barchart, kontrak batu bara untuk Juni 2025 turun 0,30 persen, menetap di level USD 101,60 per ton.
Melemahnya harga batu bara terjadi di tengah ekspektasi melambatnya konsumsi listrik musiman dan peralihan sejumlah negara ke sumber energi terbarukan.
Disusul dengan amblasnya harga nikel. Berdasarkan data London Metal Exchange (LME), harga nikel ditutup turun 0,96 persen ke posisi USD 15.648 per ton.
Penurunan ini dipicu oleh kekhawatiran akan kelebihan pasokan global serta penurunan permintaan dari sektor kendaraan listrik.
Sementara harga timah mengalami penurunan, melemah 0,48 persen menjadi USD 32.816 per ton imbas pelemahan industri elektronik dan manufaktur.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.