Lewat Pinjaman Modal dan Pendampingan BRI, Perempuan Tangguh ini Dirikan KWT di Kaki Gunung Ciremai
berbekal pinjaman modal dan pendampingan BRI, Hayanah ini berhasil dirikan Kelompok Wanita Tani (KWT) Sri Mandiri di Kaki Gunung Ciremai.
TRIBUNNEWS.COM - Dari sebuah desa kecil di kaki Gunung Ciremai, terselip sebuah cerita yang bertumpu pada perjuangan tiada lelah. Hayanah, namanya yang mampu menorehkan cerita inspiratif dan membanggakan, tak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang-orang di sekitarnya.
Perempuan berusia 59 tahun itu mampu bangkit dari keterpurukan. Ia bukan seorang pebisnis kaya, bukan pula seorang tokoh besar, tetapi keteguhannya mengubah cerita hidup banyak perempuan lainnya.
Kala itu, Hayanah dan sang suami sempat mengalami pergolakan ekonomi yang tak mudah. Ketika krisis ekonomi 1998 melanda, dirinya masih tinggal di Pasar Minggu, Jakarta Selatan dan turut terkena dampak.
Alhasil, ia dan keluarga kembali ke kampung halaman di Kuningan, Jawa Barat ketika kondisi yang tak menentu tersebut. Di sana, Hayanah menemukan secercah asa dan harapan untuk membantu keluarga.
Pada tahun 2000 atau selang dua tahun sejak finansial keluarganya terguncang, jawabannya pun terwujud, karena ubi jalar menjadi sebuah komoditas yang merubah hidup dirinya dan orang sekitar.
Sembilan tahun berselang, berbekal tekad dan rasa ingin memberdayakan perempuan di sekitarnya, Hayanah pun mendirikan Kelompok Wanita Tani (KWT) Sri Mandiri di Desa Sembawa, Kecamatan Jalaksana, Kuningan, Jawa Barat, pada tahun 2009 bersama ibu-ibu rumah tangga lainnya.
Kelompok itu pun kemudian menjadi gerakan kecil yang memberdayakan perempuan desa melalui usaha berbasis pertanian. Pada tahun 2006, Hayanah mulai aktif di program PNPM dan membentuk kelompok Usaha Pengembangan Kecamatan (UPK).
Dari sinilah cikal bakal KWT Sri Mandiri terbentuk pada Januari 2009, dengan dukungan dari Dinas Pertanian setempat. Awalnya hanya ada 20 anggota yang bergabung dan berkumpul, belajar bersama, serta mencoba berbagai cara untuk mengubah ubi jalar.
Banyak eksperimen yang gagal, namun semangat mereka tak pernah surut. Dengan modal patungan Rp5.000 per bulan dan simpanan pokok Rp20.000, mereka mulai memproduksi makanan berbasis ubi jalar.
“Saya selalu menekankan ke teman-teman, ini bukan sekadar usaha, tapi juga cara kita menuntut ilmu dan membantu keluarga,” ujar Hayanah.
Seiring waktu, semakin banyak ibu-ibu yang bergabung dan kini jumlah anggotanya telah mencapai lebih dari 100 orang, dan produksi KWT Sri Mandiri berkembang pesat.
Di tahun-tahun awal, Hayanah harus berjuang keras memasarkan produk. Awalnya, mereka menjual langsung ke pelanggan, mengandalkan pesanan kecil-kecilan. Namun, titik balik terjadi saat mereka mulai menjalin kemitraan dengan ritel modern.
Kini, produk olahan ubi jalar dari KWT Sri Mandiri telah tersedia di lebih dari 1.400 gerai minimarket di wilayah Cirebon hingga Brebes. Selain itu, mereka juga memasok produk ke toko oleh-oleh dan pelanggan tetap.
Kesuksesan di dalam negeri pun mendorong KWT Sri Mandiri merambah pasar internasional. Meski belum dalam skala besar, produk mereka sudah mulai dikirim ke Malaysia dan Korea.
Sayangnya saat pandemi melanda, pengiriman ke Bali harus terhenti. Akhirnya, mereka lebih fokus untuk memperkuat pemasaran di wilayah Jabodetabek dan Cirebon.
Sosok Andreana Wulandari, Istri Dalang Pembunuhan Ilham Pradipta, Diduga Telah Kabur di Tengah Malam |
![]() |
---|
Dalang Pembunuhan Kacab Bank BUMN Pernah Undang Artis Ibukota ke Jambi dan Beri Hadiah Ambulans |
![]() |
---|
Unggahan Terakhir Dwi Hartono, Otak Pembunuh Kacab Bank BUMN Panen Hujatan, Ada Pelaku Berkacamata |
![]() |
---|
Ini Penampakan Rumah Mewah Milik Dalang Pembunuhan Kacab Bank BUMN di Bogor |
![]() |
---|
Istri Pelaku Penculikan Kacab Bank BUMN Terima Uang Rp 8 Juta dan Punya Banyak Ponsel |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.